Jatuh Cinta: Tembak-Pacaran vs Lamar-Nikah!
Setiap manusia yang normal, pasti akan merasakan yang namanya jatuh cinta.
Cinta dalam paparan kita kali ini adalah
cinta antara dua insan berlainan jenis, karena jika hendak didiskusikan, cinta
itu luas sekali maknanya. Menurut Ibnul Qoyiem al-Jauziyah, cinta telah
‘berkembang-biak’ menjadi 50 jenis! Mengapa seorang manusia bisa merasakan jatuh
cinta?
Pertama, karena saat beranjak usia remaja, memang
terjadi perubahan komposisi hormonal pada tubuh kita. Hormon pertumbuhan mulai
berkurang, dan diganti dengan hormon reproduksi. Maka, alat-alat reproduksi
kita menjadi matang, dan siap untuk melakukan aktivitas perkembang-biakan.
Secara fitroh, memang akhirnya muncul ketertarikan terhadap lawan jenis.
Kedua, ada hal-hal tertentu yang menyebabkan kita
jatuh cinta. Misalnya, kita bertemu dengan sosok yang menarik hati kita, yang
kemudian diperkuat dengan berbagai faktor pendukung: mulai dari lagu-lagu
cinta, nuansa yang serba romantis, hingga provokasi dari orang-orang di sekitar
kita. Ini ibarat bibit sebuah tanaman yang selalu kita sirami, hingga akhirnya
berkembang menjadi besar.
Salahkah jika kita jatuh cinta?
Tentu tidak, karena cinta itu merupakan sebuah
fitrah. Namun, apa yang kita pilih pasca merasakan jatuh cinta itulah yang
kemudian menjadi sebuah permasalahan. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi
saat seseorang merasakan jatuh cinta.
1. Memendam cinta itu seumur hidup
2. Memilih mengikuti kata hati, namun karena belum
siap dengan konsekuensi-konsekuensi, akhirnya memilih jalur ‘PACARAN’
3. Mencoba mematikan dan menghilangkan sejauh-jauhnya
4. Memilih mengikuti kata hati dengan cara yang syah,
yaitu NIKAH.
Memendam Cinta?
Ada guyonan yang mengatakan, bahwa cinta itu mirip
flatus (kentut). Kalau dipendam/ ditahan, bikin perut mulas. Tetapi kalau
dikeluarkan, malu-maluin. Mungkin hal tersebut memang ada benarnya. Memendam
cinta bukanlah sesuatu yang disarankan. Bahkan untuk sebuah cinta yang haq pun, Rasulullah menganjurkan kita mengungkapkannya.
Apalagi cinta yang ‘liar’. Jika terus mendekam di dalam hati, ia akan merusak
‘stabilitas hati’ dan menguarkan energi negatif yang membuat hati kita menjadi
kotor. Padahal, kata Rasulullah, hati adalah panglima kita. Jika panglimanya
saja porak-poranda, bagaimana dengan kondisi para pengikutnya?
Pacaran?
Sebagian besar orang yang mengalami jatuh cinta,
akhirnya memilih jalan pacaran, alias menjalin sebuah ikatan, tetapi jelas
bukan ikatan yang syah. Bagi sebagian orang, pacaran dianggap solusi yang
paling jitu untuk mengendalikan hawa ‘cinta’ yang begitu dahsyatnya. Sayang,
pacaran jelas-jelas sebuah aktivitas ‘takrobuzzina’, alias mendekati zina,
sesuatu yang dilarang agama. Ya, karena saat berpacaran, hasrat untuk selalu
berduaan pasti begitu kuat. Rasa rindu yang merupakan salah satu tanda cinta,
akan membuat kita ingin selalu bersama dengan si dia. Padahal kata Rasulullah,
jika ada dua orang berlainan jenis yang berdua-duaan di tempat sepi tanpa
mahram, yang ketiga ada syetan.
Kehamilan di usia muda, yang sebagian besar terjadi
karena ‘kecelakaan’, seringkali menjadi penyebab timbulnya pernikahan dini,
alias ‘maried by accident.’ Sebagaimana yang pernah digambarkan dengan
sangat gamblang pada sebuah sinetron yang dibintangi oleh Agnes Monica dan
Syahrul Gunawan, kita bisa melihat, betapa kacau balaunya sebuah pernikahan
yang dibangun dengan landasan yang sangat rapuh tersebut. Pertengkaran demi
pertengkaran terjadi nyaris tiap hari. Ada masalah sedikit, maunya kabur dari
rumah. Belum lagi jika kedua orang tua masing-masing ikut campur dalam
permasalahan keluarga anak-anaknya, barabe! Kacau balau. Semua jadi berantakan.
Tetapi, meskipun hasilnya porak poranda,
pernikahan dini yang disebabkan karena “accident” tersebut, ternyata
‘selangkah lebih maju’ dibandingkan dengan solusi mengerikan yang lebih banyak
ditempuh oleh remaja yang hamil di luar nikah, yakni aborsi.
Menurut WHO, di Asia Tenggara setiap tahunnya ada
4,2 juta bayi yang digugurkan, 1,5 juta diantaranya terjadi di Indonesia.
Sedangkan menurut data dari PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia),
tahun 1999-2000 diperkirakan dua juta orang telah melakukan aborsi, 750.000 di
antaranya dilakukan oleh wanita yang belum menikah.[1] Na’udzubillahi
min dzalik.
Yang jelas, tampaknya permasalah hamil di luar
nikah akibat pergaulan yang kebablasan—yang kemudian ditempuh solusi dengan
aborsi, sudah menggejala di mana-mana.
Seorang tetangga kampung kami menggugurkan
kandungannya melalui praktek ilegal seorang dokter pada usia yang sangat belia,
16 tahun. Sementara di sekolah saya dulu pernah terjadi, anak kelas 1 SMP
setiap beberapa menit izin ke kamar kecil. Sang guru pun jadi curiga. Usut
punya usut, remaja yang masih pantas disebut sebagai bocah ingusan itu ternyata
sedang emesis (muntah-muntah),
karena hamil 3 bulan.
Seorang
teman kami juga pernah bercerita, bahwa ia memiliki teman sekelas yang
pernah aborsi 4 kali, pertama dengan cara memukul-mukul perutnya, kedua dan
ketiga memakai obat-obatan keras, baru pada kehamilan keempat, ia menggugurkan
kandungannya dengan pertolongan dokter (praktek ilegal tentunya). Ironisnya,
keempat aborsi tersebut dilakukan pada saat ia duduk di bangku SMP dan SMU,
dengan orang (pasangan) yang sama pula.
Pembaca mungkin juga memiliki cerita-cerita
tentang hal tersebut, bahkan mungkin lebih mengerikan. Apapun dampak dari hal tersebut, yang jelas banyak
remaja yang masa depannya menjadi hancur karena permasalahan itu. Seperti
seorang kakak kelas yang terpaksa harus drop out dari sekolah dan
menjadi kondektur di sebuah bus pedesaan untuk menghidupi anak-istrinya,
padahal ia memiliki kemampuan akademis yang bagus, selain bakat tulis menulis
yang cukup menonjol.
Nah, permasalahan semacam itu menjadi sangat
menggejala terkait dengan tren remaja saat ini, yaitu pacaran. Pacaran mungkin
sudah ada sejak zaman bauhela, namun semakin hari, pacaran semakin menaikkan
tingkat keberanian para pasangan-pasangan dalam berinteraksi. Mulai dari necking,
petting hingga konseptus alias hubungan seks pranikah, telah menjadi hal
yang sangat biasa terjadi di kalangan remaja saat ini.
Yang memprihatinkan, seringkali orang mengaitkan
cinta dengan seks. Paradigma berpikir semacam itu tergambar dengan jelas di
cerita film “Buruan Cium Gue” yang baru-baru ini menimbulkan pro dan kontra di
kalangan masyarakat. Pada film tersebut digambarkan seorang remaja puteri yang
merasa jengah, karena sudah lama berpacaran, tetapi sekadar cium pun belum
pernah mereka lakukan. Akhirnya ia mendesak kepada sang pacar agar menciumnya.
Seakan kalau ia belum dicium sama sang pacar, berarti mereka belum resmi
berpacaran.
Sebagai ekspresi cinta? Wah... wah... wah!
Akibat dari pergaulan yang bebas itulah, penyakit
seksual pun merajalela. AIDS sebagai salah satu penyakit mematikan mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, lebih dari 32,4 juta pengidap
HIV/AIDS di seluruh dunia, 2,6 juta diantaranya telah meninggal dunia. Kalau di
Indonesia sendiri, prediksinya yang terinfeksi HIV akan mencapai jumlah 2,5
juta orang. Menurut penelitian, meski AIDS bisa disebabkan oleh banyak faktor,
tetapi 95,7% terjadi melalui perzinaan atawa pelacuran, termasuk seks bebas
yang dilakukan oleh pasangan-pasangan di luar nikah tersebut. Sampai saat ini, AIDS belum ditemukan obatnya!
Hanya ada satu cara yang paling tokcer agar kita terhindar dari AIDS: hindarkan
seks bebas!
Nah, siapa yang masih berani pacaran?!
Mematikan Cinta?
Jika jatuh cinta itu ternyata terjadi pada saat
yang tidak tepat, bukan pada orang yang tepat, dan dengan cara yang tidak
tepat, tentu akan membuat hidup kita jadi rusuh, bukan? Misalnya, kita jatuh
cinta pada si A, padahal kita masih terlalu muda, belum punya penghasilan, dan
sebagainya. Mematikan cinta, bisa menjadi sebuah solusi yang baik, namun tentu
‘berdarah-darah’ dan membikin lara hati.
Menikah?
Menikah adalah solusi terbaik yang dianjurkan
agama untuk dua orang berlainan jenis yang dirundung cinta. Menikah membuat
sesuatu yang haram menjadi halal, bahkan aktivitas hubungan seks justru
merupakan salah satu bentuk ibadah. Akan tetapi, menikah bukan perkara yang
mudah. Menikah membutuhkan beberapa persiapan, antara lain:
1. Persiapan biologis
2. Persiapan psikologis
3. Persiapan sosiologis
4. Persiapan keuangan dsb
Senantiasa
Mensucikan Hati
Memendam cinta, tak dianjurkan. Pacaran, haram!
Mematikan cinta, tak kuat dengan sakitnya. Menikah? Belum siap. Jadi, harus
bagaimana dong?
Taqarub
Ilalllah, mensucikan hati,
mencari cinta Illahi, adalah sebuah solusi yang indah. Ibaratnya suatu saat
engkau mencintai sebuah sepeda motor tua, tiba-tiba ada orang yang memberimu
mobil balap ferari seharga milyaran, tentu dengan suka rela engkau akan melepas
motor tua itu, dan menggantinya dengan ferari itu, bukan?
Ya, cinta Illahi itu begitu agung, begitu megah,
begitu nikmat. Seorang ulama salaf pernah berkata, “Jika para raja itu
mengetahui betapa nikmatnya cinta Illahi, tentu mereka akan mencoba merebutnya
dengan pedang-pedangnya.”
Pernah jatuh cinta? Apa yang ingin kau pilih? The Choices are yours!
9 komentar untuk "Jatuh Cinta: Tembak-Pacaran vs Lamar-Nikah!"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!