Setiap Anak Butuh 3 Ibu dan Cukup 1 Ayah
Pernah
dengar syair lagu “Satu-Satu Aku Sayang Ibu” dipelesetkan begini?
Satu-satu, aku sayang ibu.
Dua-dua, juga sayang ibu.
Tiga-tiga, aku sayang ibu
Satu dua tiga, ibu saya ada tiga
Mungkin sebagian dari kita akan nyengir (dari kecut hingga
manis), mendengar pelesetan tersebut. Tetapi, bagaimana jika saya sebutkan
bahwa pelesetan itu betul? Bahwa semua anak sesungguhnya memang membutuhkan
tiga ibu dan cukup satu ayah?
Wah, ini
sedang kampanye poligami, yak? Ops, jangan salah! Meski topik poligami sedang
hangat diperbincangkan, didiskusikan, dipolemikkan bahkan dibahas dengan ‘sengit’
seiring melejitnya film “Surga Yang Tak Dirindukan”, saya sama sekali tidak
ingin menyinggung soal poligami. Tema sensitif sih, hehe. Saya takut malah jadi
kontraproduktif. Yeeah, meski kalau disangkut-sangkutkan tetap nyangkut juga. Apalagi judulnya juga
menjurus ke arah itu. Kalau ini sih, jujur saja, sengaja! Teknik untuk menarik
pembaca.Gubrak!
Jadi, begini
ceritanya… Kemarin, hari Sabtu, 1 Agustus 2015, saya menghadiri undangan acara
Halal Bihalal Keluarga Besar Sekolah Dasar Islam Terpadu di Hall Sumaryo, di The
Sunan Hotel Surakarta. Saya diundang sebagai salah satu orang tua wali murid
bersama ratusan wali murid yang lain. Walhasil, karena siswa SDIT Nurhidayah
jumlahnya 800-an lebih, ruangan yang luas itu pun telah dipenuhi undangan. Meski
begitu, rasanya tetap nyaman, selain karena kursinya empuk, desain interior
cakep, AC juga cukup sejuk. Sound system
juga bagus, membuat kami semua bisa menyimak seluruh jalannya acara dengan
nyaman.
OOT sedikit
ya…, kalau hadir di acara-acara seperti ini, saya suka menyadari bahwa saya ini
sudah ibu-ibu. Si sulung sudah kelas 5, sebentar lagi jadi ABG. Tapi,
hikmahnya, saya jadi menyadari bahwa usia saya telah beranjak tua, alias tak
lagi muda. Harus lebih bijak, euy!
Nah, kembali
ke topik. Banyak acara menarik digelar dalam acara HBH tersebut. Ada hadrah,
tari Zapin Melayu dan sebagainya. Tetapi yang membuat saya tak mampu berpaling
dan terus menyimak dengan serius adalah nasihat yang diberikan oleh Ustadz
Didik Purwodarsono, pengasuh Ponpes Miftahunnajah Yogyakarta yang diundang
sebagai penceramah di acara tersebut.
Beliau
menyitir sebuah hadist populer yang berbunyi begini: Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, “Seseorang datang kepada
Rasulullah Saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus
berbakti pertama kali?’ Nabi Saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali
bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut
bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang
tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi Saw. menjawab, ‘Kemudian
ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Hadist itu
pasti sudah familiar di telinga kita semua, bahkan sebagian sudah menghafal di
luar kepala termasuk teks Arabnya. Tetapi, penjelasan dari Ustadz Didik membuat
saya merasa “jleeeb.”
Mengapa kata
“ibumu” diulang tiga kali? Saat saya membuka beberapa referensi, Imam Qurtubi dalam
Tafsir Al-Qurtubi menyebutkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang
ibu memang harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Hal
tersebut disebabkan karena kesulitan seorang ibu dalammenghadapi masa hamil, lalu
kesulitan saatmelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak.
Nah, Ustadz
Didik meringkas penjelasan tersebut dengan gambling. Menurut beliau, kecintaan
kepada seorang ibu harus tiga kali lipat, karena sesungguhnya seorang ibu telah
berperan triple dalam kehidupan
seorang anak. Ya, seorang anak, dalam usia emas (golden age), membutuhkan “tiga ibu sekaligus” dan “seorang ayah”.
Tiga ibu itu adalah: ibu kandung, ibu susu dan ibu guru. Ibu kandung adalah ibu
yang mengandung dengan ikhlas; ibu susu yakni yang menyusui dengan tuntas; dan
ibu guru yang mendidik dengan cerdas.
“Tanpa ibu
yang mengandung ikhlas, ibu yang menyusui dengan tuntas, dan ibu guru yang
mendidik dengan cerdas di usia emas, jika anak tumbuh pasif dia akan jadi
pemalas; jika aktif dia akan jadi musuh KAMTIBMAS,” ujar Ustadz Didik. Jangan
diabaikan pula peran ayah. Meski hanya disebutkan sekali, perannya sentral dan
penting, karena ayahlah yang bisa mengusahakan ketiga peran tersebut berjalan
dengan baik. Ayahlah yang memenej segala sesuatu, mencukupi kebutuhan sang ibu,
dan memberikan support yang sangat diperlukan ibu.
Jangan
khawatir, tentu saja tiga peran tersebut tidak harus dilakukan oleh tiga ibu
yang berbeda. Seorang ibu yang baik, semestinya bisa menjalankan peran tersebut
dengan sukses. Tentu, untuk memerankan tiga hal sekaligus, membutuhkan sebuah
tekad yang sangat kuat, ikhtiar yang sungguh-sungguh, dan dukungan luar biasa
dari sang ayah.
Nah, selamat
membelah menjadi tiga ibu dalam satu jiwa, jika tak ingin peran tiga ibu itu
dilakukan oleh tiga jiwa! (nah, nyenggol juga dikiit ke poligami… kabuuur ah!).
6 komentar untuk "Setiap Anak Butuh 3 Ibu dan Cukup 1 Ayah"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!