Indonesia Bermartabat dengan Internet Sehat
Suatu hari saya memasuki bilik sebuah warnet. Biasalah, selain hendak mencari beberapa bahan tulisan, juga ingin mengupdate blog saya. Suasana cukup ramai. Hampir semua bilik yang tersedia dipenuhi pengunjung. Setelah celingak-celinguk sebentar, akhirnya saya berhasil juga mendapatkan bilik yang kosong.
Sayangnya, bilik kosong itu tak terlalu nyaman. Pasalnya, di samping saya persis, satu bilik dipenuhi oleh beberapa remaja putera. Suaranya berisik sekali. Cekakak-cekikik, membuat saya diam-diam bertanya-tanya, apa yang sedang mereka lakukan? Aku menduka, bukan sesuatu yang wajar. Dari celetukan-celetukan yang keluar, saya berhasil menebak situs yang tengah mereka kunjungi. Apalagi kalau bukan situs porno? Merinding, deh! Soalnya mereka masih mengenakan seragam sekolah. Biru-putih, lagi!
Internet dan Situs Porno
Internet bagi remaja saat ini memang banyak disalahgunakan. Alih-alih menggunakannya sebagai sarana penajaman wawasan atau networking (dalam artian positif), internet justru dipakai untuk mencari kesenangan yang tidak keruan. Contoh kongkritnya, pornografi.
Industri pornografi berdasarkan laporan NRC Report yang dirilis pada 2002 menyebutkan bahwa 20-30 persen remaja di dunia yang berusia 8-17 tahun mengakses situs porno.
Sementara, dari remaja pengunjung situs porno itu, ternyata 90 persen semula mengklik situs porno secara tidak sengaja. (Kompas.com). Saya sendiri, saat masih menggunakan internet di warnet, beberapa kali entah dari mana asalnya, mendadak di layar monitor terpajang gambar-gambar menjijikan yang membuat saya ingin muntah dan kapok mengakses internet di warnet.
Ketika kasus Luna Maya-Ariel Peterpan mencuat, internet lagi-lagi menjadi ‘yang tertuduh’ sebagai media utama penyebaran video porno yang banyak dihujat oleh masyarakat. Di beberapa warnet bahkan tersedia program download video porno tersebut untuk bisa diakses dengan HP, dengan harga antara Rp 5.000 hingga Rp 25.000.
Sebegitu marak kasus pornografi via internet, sehingga desakan dari berbagai kalangan agar departemen yang terkait, yakni depkominfo memblokir situs-situs porno, semakin hari semakin gencar. Memang menkominfo, Tifatul Sembiring mengklaim berhasil memblokir 80 situs porno. Namun, 3 buah situs porno lolos dari pemblokiran dan bahkan masuk dalam kategori 100 top situs di Indonesia versi alexa rank[1].
Just For Fun!
Salah satu produk kemajuan teknologi berupa internet di Indonesia memang masih sekadar dimanfaatkan just for fun. Sebagai contoh, situs yang menduduki posisi puncak versi alexa rank di Indonesia adalah facebook, sedangkan google yang merupakan search enginer terpopuler hanya menduduki posisi ke-2 (www.alexa.com). Padahal secara internasional, google menduduki posisi pertama. Sementara, para facebooker Indonesia pun menggunakan situs jejaring sosial itu sekadar untuk ‘nongkrong’ di dunia maya, membangun persahabatan-persahabatan ‘semu’, sarana buat narsis—yang terkadang jadi lebay, dan bahkan sempat menjadi satu modus operandi kriminalitas seperti penculikan, paedofilia dan penipuan.
Jadi, internet di Indonesia justru membuat kepiluan bangsa akibat keterpurukan demi keterpurukan di berbagai lini kehidupan semakin parah saja. Yah, bangsa kita yang malang. Meskipun 65 tahun sudah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, toh tetap saja bangsa ini belum mampu berdiri dengan tegak dengan segenap kebanggaan sebagai bangsa bermartabat. Dari survey UNDP kualitas hidup manusia (human development index/ HDI) Indonesia masih menduduki peringkat 111. Bahkan di ASEAN pun kita termasuk underdog, kalah jauh dibandingkan Singapura dan Malaysia, bahkan Vietnam.
Internet dan Perkembangan Komunikasi di Indonesia
Mengapa internet di Indonesia belum berhasil dimanfaatkan secara sehat? Mari kita melintas terlebih dahulu ke beberapa abad sebelum ditemukannya teknologi canggih ini.
Menurut para pakar, tahapan komunikasi pada manusia diawali dari dengan metode komunikasi alamiah menggunakan gerak tubuh serta suara berupa gerutuan, geraman dan pekikan. Seperti dinukil dari Mulyana (2000), pada perkembangan selanjutnya, antara 35.000-40.000 tahun yang lalu, nenek moyang kita yang disebut sebagai Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan, karena mereka sudah mulai bisa berpikir menggunakan bahasa. Lantas, mulai pada 5000 tahun yang lalu, manusia mulai melakukan transisi komunikasi dengan memasuki era tulisan. Bangsa Sumeria, Mesir Kuno, serta Cina sudah mulai mengembangkan sistem tulisan mereka. Bahkan di Mesir, penggunakan papyrus untuk menyampaikan pesan tertulis dan merekam informasi sudah dikenal secara luas. Penyebaran sistem tulisan itu sampai ke Yunani dan Romawi, dan disempurnakan[2].
Budaya tulis menemukan masa kejayaannya ketika pada abad ke-15 Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak. Karya-karya tulis dicetak secara masal dan disebarkan secara masal pula. Kemudian pada 1895, Guglielmo Marconi yang memanfaatkan hasil-hasil penelitian Heinrich Hertz, berhasil menemukan radio. Ini adalah fase baru dalam perkembangan komunikasi. Perkembangan komunikasi semakin pesat ketika para ilmuwan menemukan televisi, dan semakin canggih saat memasuki era IT.
Era IT ditandai dengan munculnya internet yang semula merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer.[3] Kini, internet telah berkembang dengan sedemikian pesat. Seperempat penduduk dunia telah menjadi pengguna internet.
Semestinya, fase demi fase dalam perkembangan komunikasi itu berjalan sampai menjadi tradisi di sebuah bangsa. Tetapi, di Indonesia kasusnya lain. Indonesia nyaris tidak mengenal budaya tulis-baca secara mendalam. Mesin cetak baru masuk ke Indonesia awal abad ke-20 dan baru saja masyarakat kita mengenal produk cetakan, tiba-tiba radio datang, yang dengan mudah ‘menggilas’ koran, buku dan majalah. Setelah radio, muncul televisi yang juga sangat ‘telak’ mendominasi sumber informasi masyarakat. Dan kini, muncul internet. Radio, televisi dan internet dinikmati dengan begitu mudah oleh masyarakat yang belum terbiasa aktif mencerap dan mengolah informasi melalui budaya literasi dengan baca dan tulis.
Akhirnya, mereka pun menerima informasi secara pasif, tanpa daya analitis dan bahkan tak mau terlalu banyak berpikir yang ‘rumit-rumit’. Maka, berbagai kemajuan teknologi itu pun akhirnya dikonsumsi just for fun! Alih-alih bisa membantu meningkatkan need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi), justru melanggengkan need for affiliation (kebutuhan untuk ketergabungan—misalnya kongkow-kongkow, nge-gank dan sebagainya). Dan kita pun bisa menyaksikan, bahwa tanpa adanya filter berupa daya analitik yang kuat—sebagai hasil tradisi baca-tulis, maka media-media tersebut justru menjadi bentuk kampanye budaya bangsa lain yang disambut dengan gegap-gempita. Misalnya, kita bisa melihat Koreanisasi yang begitu marak akhir-akhir ini dengan banyaknya nama-nama tampilan di situs jejaring sosial yang berbaru-bau Korea.
Manfaat Internet Sehat
Internet, jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sebenarnya akan menjadi sebuah revolusi kemajuan yang luar biasa, baik bagi individu, masyarakat, maupun bangsa. Paling tidak, inilah beberapa manfaat yang bisa diambil dari berinternet secara sehat.
1. Mentradisikan budaya baca-tulis
Dengan tersedianya blog-blog gratis, akan membuat publikasi tulisan-tulisan menjadi lebih mudah. Seorang penulis yang karya-karyanya selalu ditolak oleh media, akan dengan mudah memposting karya-karya tersebut dalam blog-nya. Jika para blogger konsisten menulis, maka budaya baca-tulis akan berkembang dengan pesat.
2. Sarana mencari ilmu pengetahuan yang nyaris ‘tanpa batas’
Di dalam internet, kita seakan bisa mengakses informasi tanpa batas. Begitu banyak orang yang bersedia membagi apa yang dia miliki secara gratis melalui situs atau blog yang mereka miliki. Jika informasi yang kita cari itu adalah informasi yang positif, tentu semakin hari kita akan semakin tercerdaskan.
3. Citizen Journalism
Citizen journalism (CJ) adalah istilah yang digunakan ketika masyarakat umum melakukan aktivitas-aktivitas jurnalistik. CJ sangat penting untuk menyeimbangkan informasi yang selama ini didominasi oleh media-media tertentu. Maraknya blog-blog sebenarnya merupakan sarana CJ yang sangat praktis dan efektif.
4. Sarana membangun networking dan dukungan publik
Ketika Barack Obama mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat, dukungan publik yang berasal dari situs-situs jejaring sosial begitu luasnya. Sesuatu yang sepertinya ‘mission impossible’ pun menjadi possible. Obama berhasil menjadi orang kulit hitam pertama yang menduduki posisi puncak di negeri adi kuasa tersebut.
Ketika terjadi musibah banjir Wasior, Tsunami di Mentawai serta erupsi Gunung Merapi kemarin pun facebook, twiter dan berbagai situs jejaring sosial, juga blog-blog, berhasil dimanfaatkan untuk menggalang berbagai aksi solidaritas, mulai dari sekadar ucapan simpati, doa, liputan terkini dari lokasi bencana, hingga bantuan material.
5. Sarana marketing online
Marketing online sekarang menjadi satu hal yang menggeser peran marketing konvensional. Melalui internet, perusahaan bisa mempromosikan produk-produknya dengan biaya murah, menjalin komunikasi dengan konsumen secara langsung dengan begitu praktis, serta memutus jalur distribusi yang terlalu panjang yang tentunya memakan begitu banyak biaya.
6. Sarana pencitraan perusahaan, lembaga atau individu
Sebuah perusahaan, lembaga nirlaba, bahkan individu, membutuhkan sesuatu sebagai sarana pencitraan atau kehumasan. Dengan situs yang dimiliki, kita akan bisa memaparkan visi dan misi, serta berbagai produk yang ditawarkan, yang ujung-ujungnya adalah terciptanya brand image sesuai yang diinginkan.
7. Sarana eksistensi diri
Eksistensi diri adalah tingkat kebutuhan tertinggi menurut Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow. Dengan internet, kita bisa menunjukkan, inilah aku, yang jika ternyata kita memang mampu menyumbang peran sosial tertentu, maka kita akan diakui keberadaannya oleh orang lain. Manusia yang kebutuhan akan eksistensi atau aktualisasi dirinya terpenuhi, bisa dikatakan ia adalah manusia yang benar-benar sehat secara kejiwaan.
Dengan berbagai manfaat yang terpaparkan di atas, terang sekali bahwa internet, jika dimanfaatkan secara sehat, akan membuat seorang individu menjadi sosok-sosok yang hebat, dan akhirnya akan menjadikan bangsa ini lebih bermartabat.
Jadi, mari kita manfaatkan internet secara sehat! Apa saja indikasi bahwa kita telah berinternet secara sehat? Paling tidak kita bisa memaparkan dalam beberapa poin berikut ini.
Selamat berinternet sehat, dan marilah menjadi bangsa yang bermartabat!
REFERENSI
[1] http://www.padangkini.com/index.php?mod=berita&id=6604
[2] Dedi Mulyana, 2000, Ilmu Komunikasi, Rosdakarya, Bandung
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Internet
Sayangnya, bilik kosong itu tak terlalu nyaman. Pasalnya, di samping saya persis, satu bilik dipenuhi oleh beberapa remaja putera. Suaranya berisik sekali. Cekakak-cekikik, membuat saya diam-diam bertanya-tanya, apa yang sedang mereka lakukan? Aku menduka, bukan sesuatu yang wajar. Dari celetukan-celetukan yang keluar, saya berhasil menebak situs yang tengah mereka kunjungi. Apalagi kalau bukan situs porno? Merinding, deh! Soalnya mereka masih mengenakan seragam sekolah. Biru-putih, lagi!
Internet dan Situs Porno
Internet bagi remaja saat ini memang banyak disalahgunakan. Alih-alih menggunakannya sebagai sarana penajaman wawasan atau networking (dalam artian positif), internet justru dipakai untuk mencari kesenangan yang tidak keruan. Contoh kongkritnya, pornografi.
Industri pornografi berdasarkan laporan NRC Report yang dirilis pada 2002 menyebutkan bahwa 20-30 persen remaja di dunia yang berusia 8-17 tahun mengakses situs porno.
Sementara, dari remaja pengunjung situs porno itu, ternyata 90 persen semula mengklik situs porno secara tidak sengaja. (Kompas.com). Saya sendiri, saat masih menggunakan internet di warnet, beberapa kali entah dari mana asalnya, mendadak di layar monitor terpajang gambar-gambar menjijikan yang membuat saya ingin muntah dan kapok mengakses internet di warnet.
Ketika kasus Luna Maya-Ariel Peterpan mencuat, internet lagi-lagi menjadi ‘yang tertuduh’ sebagai media utama penyebaran video porno yang banyak dihujat oleh masyarakat. Di beberapa warnet bahkan tersedia program download video porno tersebut untuk bisa diakses dengan HP, dengan harga antara Rp 5.000 hingga Rp 25.000.
Sebegitu marak kasus pornografi via internet, sehingga desakan dari berbagai kalangan agar departemen yang terkait, yakni depkominfo memblokir situs-situs porno, semakin hari semakin gencar. Memang menkominfo, Tifatul Sembiring mengklaim berhasil memblokir 80 situs porno. Namun, 3 buah situs porno lolos dari pemblokiran dan bahkan masuk dalam kategori 100 top situs di Indonesia versi alexa rank[1].
Just For Fun!
Salah satu produk kemajuan teknologi berupa internet di Indonesia memang masih sekadar dimanfaatkan just for fun. Sebagai contoh, situs yang menduduki posisi puncak versi alexa rank di Indonesia adalah facebook, sedangkan google yang merupakan search enginer terpopuler hanya menduduki posisi ke-2 (www.alexa.com). Padahal secara internasional, google menduduki posisi pertama. Sementara, para facebooker Indonesia pun menggunakan situs jejaring sosial itu sekadar untuk ‘nongkrong’ di dunia maya, membangun persahabatan-persahabatan ‘semu’, sarana buat narsis—yang terkadang jadi lebay, dan bahkan sempat menjadi satu modus operandi kriminalitas seperti penculikan, paedofilia dan penipuan.
Jadi, internet di Indonesia justru membuat kepiluan bangsa akibat keterpurukan demi keterpurukan di berbagai lini kehidupan semakin parah saja. Yah, bangsa kita yang malang. Meskipun 65 tahun sudah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, toh tetap saja bangsa ini belum mampu berdiri dengan tegak dengan segenap kebanggaan sebagai bangsa bermartabat. Dari survey UNDP kualitas hidup manusia (human development index/ HDI) Indonesia masih menduduki peringkat 111. Bahkan di ASEAN pun kita termasuk underdog, kalah jauh dibandingkan Singapura dan Malaysia, bahkan Vietnam.
Internet dan Perkembangan Komunikasi di Indonesia
Mengapa internet di Indonesia belum berhasil dimanfaatkan secara sehat? Mari kita melintas terlebih dahulu ke beberapa abad sebelum ditemukannya teknologi canggih ini.
Menurut para pakar, tahapan komunikasi pada manusia diawali dari dengan metode komunikasi alamiah menggunakan gerak tubuh serta suara berupa gerutuan, geraman dan pekikan. Seperti dinukil dari Mulyana (2000), pada perkembangan selanjutnya, antara 35.000-40.000 tahun yang lalu, nenek moyang kita yang disebut sebagai Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan, karena mereka sudah mulai bisa berpikir menggunakan bahasa. Lantas, mulai pada 5000 tahun yang lalu, manusia mulai melakukan transisi komunikasi dengan memasuki era tulisan. Bangsa Sumeria, Mesir Kuno, serta Cina sudah mulai mengembangkan sistem tulisan mereka. Bahkan di Mesir, penggunakan papyrus untuk menyampaikan pesan tertulis dan merekam informasi sudah dikenal secara luas. Penyebaran sistem tulisan itu sampai ke Yunani dan Romawi, dan disempurnakan[2].
Budaya tulis menemukan masa kejayaannya ketika pada abad ke-15 Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak. Karya-karya tulis dicetak secara masal dan disebarkan secara masal pula. Kemudian pada 1895, Guglielmo Marconi yang memanfaatkan hasil-hasil penelitian Heinrich Hertz, berhasil menemukan radio. Ini adalah fase baru dalam perkembangan komunikasi. Perkembangan komunikasi semakin pesat ketika para ilmuwan menemukan televisi, dan semakin canggih saat memasuki era IT.
Era IT ditandai dengan munculnya internet yang semula merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer.[3] Kini, internet telah berkembang dengan sedemikian pesat. Seperempat penduduk dunia telah menjadi pengguna internet.
Semestinya, fase demi fase dalam perkembangan komunikasi itu berjalan sampai menjadi tradisi di sebuah bangsa. Tetapi, di Indonesia kasusnya lain. Indonesia nyaris tidak mengenal budaya tulis-baca secara mendalam. Mesin cetak baru masuk ke Indonesia awal abad ke-20 dan baru saja masyarakat kita mengenal produk cetakan, tiba-tiba radio datang, yang dengan mudah ‘menggilas’ koran, buku dan majalah. Setelah radio, muncul televisi yang juga sangat ‘telak’ mendominasi sumber informasi masyarakat. Dan kini, muncul internet. Radio, televisi dan internet dinikmati dengan begitu mudah oleh masyarakat yang belum terbiasa aktif mencerap dan mengolah informasi melalui budaya literasi dengan baca dan tulis.
Akhirnya, mereka pun menerima informasi secara pasif, tanpa daya analitis dan bahkan tak mau terlalu banyak berpikir yang ‘rumit-rumit’. Maka, berbagai kemajuan teknologi itu pun akhirnya dikonsumsi just for fun! Alih-alih bisa membantu meningkatkan need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi), justru melanggengkan need for affiliation (kebutuhan untuk ketergabungan—misalnya kongkow-kongkow, nge-gank dan sebagainya). Dan kita pun bisa menyaksikan, bahwa tanpa adanya filter berupa daya analitik yang kuat—sebagai hasil tradisi baca-tulis, maka media-media tersebut justru menjadi bentuk kampanye budaya bangsa lain yang disambut dengan gegap-gempita. Misalnya, kita bisa melihat Koreanisasi yang begitu marak akhir-akhir ini dengan banyaknya nama-nama tampilan di situs jejaring sosial yang berbaru-bau Korea.
Manfaat Internet Sehat
Internet, jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sebenarnya akan menjadi sebuah revolusi kemajuan yang luar biasa, baik bagi individu, masyarakat, maupun bangsa. Paling tidak, inilah beberapa manfaat yang bisa diambil dari berinternet secara sehat.
1. Mentradisikan budaya baca-tulis
Dengan tersedianya blog-blog gratis, akan membuat publikasi tulisan-tulisan menjadi lebih mudah. Seorang penulis yang karya-karyanya selalu ditolak oleh media, akan dengan mudah memposting karya-karya tersebut dalam blog-nya. Jika para blogger konsisten menulis, maka budaya baca-tulis akan berkembang dengan pesat.
2. Sarana mencari ilmu pengetahuan yang nyaris ‘tanpa batas’
Di dalam internet, kita seakan bisa mengakses informasi tanpa batas. Begitu banyak orang yang bersedia membagi apa yang dia miliki secara gratis melalui situs atau blog yang mereka miliki. Jika informasi yang kita cari itu adalah informasi yang positif, tentu semakin hari kita akan semakin tercerdaskan.
3. Citizen Journalism
Citizen journalism (CJ) adalah istilah yang digunakan ketika masyarakat umum melakukan aktivitas-aktivitas jurnalistik. CJ sangat penting untuk menyeimbangkan informasi yang selama ini didominasi oleh media-media tertentu. Maraknya blog-blog sebenarnya merupakan sarana CJ yang sangat praktis dan efektif.
4. Sarana membangun networking dan dukungan publik
Ketika Barack Obama mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat, dukungan publik yang berasal dari situs-situs jejaring sosial begitu luasnya. Sesuatu yang sepertinya ‘mission impossible’ pun menjadi possible. Obama berhasil menjadi orang kulit hitam pertama yang menduduki posisi puncak di negeri adi kuasa tersebut.
Ketika terjadi musibah banjir Wasior, Tsunami di Mentawai serta erupsi Gunung Merapi kemarin pun facebook, twiter dan berbagai situs jejaring sosial, juga blog-blog, berhasil dimanfaatkan untuk menggalang berbagai aksi solidaritas, mulai dari sekadar ucapan simpati, doa, liputan terkini dari lokasi bencana, hingga bantuan material.
5. Sarana marketing online
Marketing online sekarang menjadi satu hal yang menggeser peran marketing konvensional. Melalui internet, perusahaan bisa mempromosikan produk-produknya dengan biaya murah, menjalin komunikasi dengan konsumen secara langsung dengan begitu praktis, serta memutus jalur distribusi yang terlalu panjang yang tentunya memakan begitu banyak biaya.
6. Sarana pencitraan perusahaan, lembaga atau individu
Sebuah perusahaan, lembaga nirlaba, bahkan individu, membutuhkan sesuatu sebagai sarana pencitraan atau kehumasan. Dengan situs yang dimiliki, kita akan bisa memaparkan visi dan misi, serta berbagai produk yang ditawarkan, yang ujung-ujungnya adalah terciptanya brand image sesuai yang diinginkan.
7. Sarana eksistensi diri
Eksistensi diri adalah tingkat kebutuhan tertinggi menurut Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow. Dengan internet, kita bisa menunjukkan, inilah aku, yang jika ternyata kita memang mampu menyumbang peran sosial tertentu, maka kita akan diakui keberadaannya oleh orang lain. Manusia yang kebutuhan akan eksistensi atau aktualisasi dirinya terpenuhi, bisa dikatakan ia adalah manusia yang benar-benar sehat secara kejiwaan.
Dengan berbagai manfaat yang terpaparkan di atas, terang sekali bahwa internet, jika dimanfaatkan secara sehat, akan membuat seorang individu menjadi sosok-sosok yang hebat, dan akhirnya akan menjadikan bangsa ini lebih bermartabat.
Jadi, mari kita manfaatkan internet secara sehat! Apa saja indikasi bahwa kita telah berinternet secara sehat? Paling tidak kita bisa memaparkan dalam beberapa poin berikut ini.
- Tidak berlebihan dalam pemakaian. Karena terlalu lama di depan internet juga tidak baik untuk kesehatan fisik kita. Peredaran darah akan terhambat, posisi tubuh akan relatif bungkuk, gangguan pada kesehatan mata dan sebagainya.
- Menghindari informasi-informasi ‘sampah’ yang tak berguna, seperti sesuatu yang porno, mengandung unsur kekerasan atau sekadar guyon-guyon atau debat kusir yang kelewatan.
- Tidak sekadar for fun, karena tentu akan sangat sia-sia belaka jika berjam-jam di depan internet, yang kita lakukan hanya saling banyol melalui situs jejaring sosial dengan orang yang sebenarnya tak berjarak terlampau jauh dengan kita, misalnya teman satu kantor atau justru satu rumah.
- Tidak menampilkan informasi pribadi yang terlalu detail, yang akan memancing berbagai tindak kriminal, apalagi di situs-situs jejaring sosial.
- Menggunakan komputer dengan monitor yang relatif aman dari pancaran radiasi.
Selamat berinternet sehat, dan marilah menjadi bangsa yang bermartabat!
REFERENSI
[1] http://www.padangkini.com/index.php?mod=berita&id=6604
[2] Dedi Mulyana, 2000, Ilmu Komunikasi, Rosdakarya, Bandung
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Internet
28 komentar untuk "Indonesia Bermartabat dengan Internet Sehat"
di tunggu jua blogwalkingnya ke http://apadefinisinya.blogspot.com/2010/09/pribadi-sehat-berinternet-sehat.html
di tunggu jua blogwalkingnya ke http://apadefinisinya.blogspot.com/2010/09/pribadi-sehat-berinternet-sehat.html
@ Indiva: Makanya... promo via internetnya digencarin tuh!
@ Gaya Hidup: Ya, Pak Dokter... kapan2 mau ya, kirim artikel kesehatan di blog saya. Atau ngebahas internet dan kesehatan fisik
@ Yahya: terimakasih kunjungannya. Insya Allah segera kunjungan balik
@ Jack: Itulah... memang harus ada daya upaya yang kuat. SEdih klo ngelihat anak2 bawah 17 tahun sudah sangat 'fasih' membicarakan sesuatu yang sebenarnya masih bukan konsumsinya. Eh, yg di atas 17 tahun pun tetap ada etikanya
nice article. .
My Site
sukses buat kompetisinya mbak, wah kalau penulis beneran yang turun tangan, jadi semakin sehat nih kompetisinya .. :-)
semoga sukses bu
salam kenal
berbagi tak pernah rugi
@ USt. Hatta: masalahnya sekarang internt jg bisa diakses dg HP yang sangat personal... saya ingat, program download video LUna-Ariel ke HP2 yg hanya Rp 5000 itu
@ Bchree: Mestinya ada Internet WAtch ya?! Hayoo, siapa berani?!
waw ternyata ikutan kontes juga. Semoga berhasil dan sukses ya. Salam CNN_Network http://cahyanguraha.wordpress.com
Kalimat internet sehat mengacu internet sebagai kebendaan/obyek. Bagaimana menilai internet itu sehat atau sedang'tidak sehat', maka itu adalah penilaian dari kita kepada internet ,- sekali lagi sebagai object. Sedangkan kita sebagai pemakai internet berposisi sebagai subyek, tentunya akan membawa sifat subyektif
Lain halnya misalnya kalimatnya sedikit kita ganti menjadi 'berinternet sehat', maka obyek akan berpindah kepada kita, manusia pemakai internet.
Saya setuju beberapa pendapat di atas yang meletakkan koreksi pada manusianya dan bukan internetnya Bu. Kurang lebihnya Saya mohon maaf, sukses dengan karya-karyanya Bu
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!