Tips Menulis Gaya Afifah Afra # 5: Mengapa, Oh Mengapa?
Apa pandangan Anda tentang sosok seorang penulis? Cerewet, kritis, banyak tanya, nggak pernah bisa diam? Bagi sebagian orang, hal tersebut mungkin menyebalkan. Tetapi saya bisa mengatakan bahwa karakter semacam ini semestinya wajib dimiliki seorang penulis. Tentu saja kita tinggal memoles ‘kecerewetan’ tersebut sedemikian rupa, sehingga tidak terkesan bikin bête orang lain. Toh, segala tanda-tanya yang tersimpan dalam benak, tak harus kita cari jawabannya dengan bertanya kepada orang lain. Kita bisa mencari jawabnya sendiri. Misalnya, mengapa daun-daun di taman bunga kita tiba-tiba bolong-bolong? Kita bisa mengamati daun tersebut, dan ternyata ada seekor ulat yang dengan lahap memakan dedaunan itu.
Banyak bertanya, adalah modal dasar yang sangat penting untuk menemukan ide. Saya sering membuat sebuah ilustrasi, jika terjadi sebuah kecelakaan, misalnya truk ditabrak kereta api. Jika Anda memang seseorang yang tertarik menjadi penulis, jangan hanya sekadar melihat sepintas lalu pergi, tetapi dekatilah lokasi. Carilah tahu, mengapa terjadi kecelakaan? Sopirnya mengantuk. Mengapa mengantuk? Karena 4 hari tidak bisa tertidur pulas. Mengapa tidak bisa tertidur pulas? Karena rumah tangganya sedang goncang. Mengapa goncang? Karena istrinya selingkuh … dan seterusnya.
Memperturutkan kata ‘mengapa’ akan membuat kita mampu menelisik sampai hal-hal yang renik. Dan ini sangat diperlukan agar kita bisa menulis sesuatu dengan detail. Karena, siapa yang akan membaca tulisan kita jika kita menulis tema “Suasana Pasar Pagi”. Ada ribuan orang yang setiap hari mendatangi Pasar Pagi, dan siapa yang akan tertarik mengetahui suasana Pasar Pagi. Tetapi, bandingkan jika yang kita tulis adalah “Ditemukan Sesosok Bayi di Pasar Pagi”, saya yakin deh, orang akan gembar dan sangat tertarik membaca tulisan Anda. Dan bisakah Anda menemukan ‘sosok bayi’ itu jika tidak mengamati pasar secara detail?
‘Hasrat’ mencari jawab atas ketidaktahuan inilah yang ternyata telah membuat banyak orang besar berhasil menemukan sesuatu yang hebat. Bung Karno misalnya, bertanya-tanya, mengapa bangsa Indonesia, yang jumlah penduduknya sangat besar, bisa dijajah Belanda sampai berabad-abad, padahal luas negeri Belanda hanya kira-kira 1/3 pulau Jawa. Mengapa seluruh perlawanan bersenjata bisa dipatahkan, meskipun perlawanan itu sangat gigih, seperti yang terjadi saat Perang Jawa (Diponegoro) ataupun perang Aceh?
Mengapa … oh mengapa? Lho, kok malah jadi menyanyi?!
2 komentar untuk "Tips Menulis Gaya Afifah Afra # 5: Mengapa, Oh Mengapa?"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!