Dan Mawar itu Pun Mekar ... (Catatan Novel "Rose" by Sinta Yudisia)
Saya mengenal Sinta Yudisia sudah sejak beliau menerbitkan buku "Kekuatan Ketujuh", yang jika saya tak salah, pernah menjadi nominator Anugerah Pena 2005, saat Munas FLP Pertama di Yogyakarta. Sejak itu, saya terus mengikuti perkembangan tulisan-tulisan beliau, meskipun memang tidak terlalu intens. Terpatrilah dalam benak saya, tentang genre tokoh hero yang seakan lekat pada sosok Sinta. Mungkin karena beberapa bukunya, seperti The Road to The Empire dan Takhta Awan, yang mengisahkan sosok Takudar Khan, pahlawan Mongol.
Maka, saya sempat terpana, saat suatu hari, beliau menawarkan salah satu naskahnya ke Indiva, dan setelah saya baca, ternyata naskah itu benar-benar sebuah novel melankolik. Ternyata, Mbak Sinta cukup piawi juga membuat novel-novel drama, yang tak terlalu mengumbar keperkasaan seorang pahlawan, namun sebaliknya, menawarkan kehidupan para perempuan yang memang--konon katanya--lebih rapuh kadar emosinya.
Novel 'Rose' ini bercerita tentang 4 saudara, Dahlia, Cempaka, Mawar, dan Melati. Empat gadis ini, ditambah satu ibu, tanpa ada ayah--karena dikisahkan meninggal--menjalankan perannya dengan elegan. Konflik-konflik yang terbangun khas perempuan. Uniknya, dari empat tokoh ini, Sinta berhasil membangun sisi manusiawi masing-masing. Bahkan Mawar, yang porsinya cukup dominan, sehingga novel ini diberi judul ROSE, yang dalam novel ini berperan sebagai sosok protagonis, tetap ditampilkan apa adanya. Bukan makhluk suci yang 'tanpa dosa.' Sebaliknya, pada Cempaka, yang berperan sebagai 'antagonis', sering ditampilkan pergolakan-pergolakan jiwa, yang memaksa para pembaca untuk mencoba memahami, sebenarnya ada konflik psikologis seperti apa yang berkecamuk di jiwa Cempaka. Memang, seringkali di balik keputihan seseorang, pastilah ada noktah hitam. Sebagaimana di balik kepekatan hidup seseorang, tak jarang dijumpai cercah nan putih. Pesan inilah, yang secara perlahan, seakan hendak diselipkan Sinta Yudisia dalam novel ini. Latar belakang pendidikan beliau, yakni psikologi, sangat terasa dalam pendalaman karakter si tokoh.
Bagaimana jalan cerita dari novel tersebut? Berikut ini sinopsis dari novel tersebut, yang biidznillah, saya bikin sendiri.
Karena mawar itu berduri, maka ia mampu menjaga keindahan kuntum-kuntumnya. Tetapi, Mawar, gadis tomboy sekaligus jago karate yang senang mendaki gunung ini, tak hanya dituntut menjaga dirinya sendiri. Ia harus mengembalikan kehormatan keluarganya yang tercabik-cabik.
Ketika Cempaka, Sang Kakak nan cantik dan menjadi idola semua pria bermaksud menggugurkan bayi dari hasil hubungan di luar nikahnya, Mawar menentang keras. Ketika si bayi akhirnya lahir dan Cempaka mencampakkannya, Mawar pun merawat Yasmin, si bayi itu. Ia rela orang-orang mengira bahwa Yasmin adalah anaknya, padahal ia tak bersuami, sementara Cempaka, melenggang dalam karirnya tanpa ada yang mencurigai asal-usulnya.
Ketika sang ibu terjebak dalam lilitan hutang, yang membuat rumah mereka disita dan mereka semua harus pergi dari rumah antik peninggalan almarhum ayah mereka, Mawar pun memimpin kebangkitan keluarga dengan bersusah-payah mencari nafkah.
Bahkan, Mawar pula yang berjuang keras membiayai kuliah Melati, adiknya yang bungsu di Fakultas Kedokteran, sementara kuliahnya sendiri terlantar, karena sibuk bekerja.
Bagaimana jika semua pengorbanan itu seperti tak mendapatkan balasan?
Saat Cempaka yang telah menjadi selebritis terkenal dan memiliki suami yang kaya-raya mendadak bermaksud merebut Yasmin, hanya untuk membuktikan kepada keluarga suaminya yang terhormat itu, bahwa ia tidak mandul?
Saat Melati dipersunting oleh seorang dokter yang shalih dan tampan, dan meminta izin kepadanya untuk menikah, sementara Mawar yang membiayai kuliahnya tak juga dipersunting seorang lelaki? Mawar yang perawan tua, kuliahnya kedodoran, dan kotor karena mengurusi peternakan ayam yang menyunggi perekonomian keluarga, seakan tak memikat para lelaki.
Ada banyak hal manis yang begitu sulit untuk diwujudkan. Salah satunya adalah keikhlasan. Mawar, dalam novel ini, mengajari kita untuk tak terlalu sering mengumbar air mata. Ia tetap tersenyum, meskipun seringkali tekanan demi tekanan membuat jiwanya hancur berkeping-keping.
Dan, inilah endorsment saya untuk novel ini:
Sinta Yudisia memang seorang novelis andal. Tak hanya keindahan menata kalimat, konflik dan penokohan yang ia pertontonkan. Tetapi juga kemahiran dalam mempermainkan emosi pembaca. Ini adalah salah satu novel yang membuat air mata saya berderai saat membacanya. Saya ingin seikhlas Mawar.
3 komentar untuk "Dan Mawar itu Pun Mekar ... (Catatan Novel "Rose" by Sinta Yudisia)"
merinding baca sinopsis Rose ini.
ga sabar nunggu novel ini.
makasih mb afra, atas catatannya.
salam :-)
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!