SYAIR-SYAIR UNTUK MEI
MEI DI PERSIMPANGAN JALAN
--Oleh Afifah Afra
Di persimpangan jalan,
Mei menengok kiri dan kanan
Jelas sudah dua pilihan
Bagai sepasang cawan yang dihidangkan
Pada sisi kiri, tangan-tangan frustasi melambai-lambai
Teriakan linu menguar dari mulut-mulut kering dan jiwa lapar
Sementara, terus merasuk ke kiri, jurang menganga lebar
Menampilkan tawa gahar sepanas lahar
Dan batu-batu tajam berserak di dasar
Orang-orang ringkih berbaris di tepi jurang
Tanpa pegangan
Selangkah demi selangkah mundur ke belakang
Terdorong empasan badai
Tinggal sejengkal lagi
Mereka terbanting ke jurang, bakal remuk bertilam bebatuan
Di kanannya, tarian-tarian iblis meronce karangan bunga berbau busuk
Perut-perut yang kian membuncit berdendang rancak
Dengan seruan nikmat mulut yang tak henti mencecap
Mobil mewah, rumah megah, gaya hidup nan wah
Gemerlap fana memulas realita
Dari orang-orang serakah yang gencar penuhi pundi-pundi
Sikat sana sikat sini
Tak henti, tak henti
Setiap satu pundi menggemuk
Sapuan angin badai terempas
Meluncur tanpa kendali
Hancurkan satu demi satu cita-harmoni
Mei di persimpangan jalan
Tertegun lama tersedu sedan
Dua pilihan sama-sama menyedihkan
Tertindas, atau menindas
Terlukai, atau melukai
Terbunuh, atau membunuh
Mei memilih tetap di persimpangan
Tegak tanpa jiwa
Mati
--SAJAK MEI--
Mei, konon dahulu,
Saat dipinang para penggagas perubahan,
Kau sosok cantik yang menawan...
Bunga semesta yang menjadi rebutan
Statusmu janda kembang
Tetapi kau berlimpah kekayaan
Yang janjikan kesejahteraan
Kau dijanjikan kehidupan yang penuh kedamaian, serta kebahagiaan
Meski harga yang harus kau tebas sangatlah mahal,
Harta, jiwa... dan luka yang menganga
Atas nama cinta, kau sambut juga harapan itu
Kalian menikah
Dan beranak-pinak
Anak kandungmu bernama demokrasi
Konon dia makhluk tampan rupawan
Dan pintar menebar harapan
Seperti ayahnya
Tetapi, dua windu berlalu
Anakmu masih remaja nakal yang tak juga lepas dari jerat hidup yang banal
Apakah dia masih bergelut pada masa pubertas?
Tapi, makin besar fisiknya, dia bahkan makin beringas
Mei... dua windu sudah waktu berlalu,
Aku salut pada kesabaranmu
Menjadi kekasih Sang Reformasi
Dan bunda Sang Demokrasi
Mungkin, mungkin kau memang masih menekuni proses itu
Tapi, sabar itu bukan dengan memaku dalam diammu
Sehingga kau jadi arca batu
Meradanglah, Mei...
Anakmu itu mungkin perlu dijewer, dengan jeweran kasih sayang
Atau dipukul dengan rotan, pukulan perhatian
Tanpa itu, dia akan jadi gugus ababil
Ibarat salju yang terlepas dari kutub
Dan menabrak kapal Titanic
Hingga tenggelam
Kau juga perlu mengajak suamimu bicara
Dari hati ke hati
Bolehlah dengan sedikit nyala lilin
Agar terasa romantis
Bicaralah... untuk mengeja satu per satu langkah yang terjejak
Masihkah kalian di jalan yang sepandangan
Dengan cita-cita
Saat hari indah itu: pernikahanmu
Posting Komentar untuk "SYAIR-SYAIR UNTUK MEI"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!