Makalah Lengkap Tips Menulis Cerpen Ala Afifah Afra
MEMBANGUN DAN MENGHIAS SEBUAH CERITA PENDEK
Karakteristik
Cerpen
Dalam buku ‘Menulis Secara Populer’, Ismail Marahaimin menegaskan bahwa
cerpen itu bukan penggalan sebuah novel, juga bukan novel yang diperpendek.
Cerpen dan novel, adalah 2 buah karya dengan karakter sendiri-sendiri.
Ada yang mengatakan bahwa cerpen adalah tulisan fiksi yang panjangnya
sekitar 500-10.000 kata. Sedangkan Edgar Allan Poe, sosok yang dijuluki sebaga
Bapak Cerpen, mengatakan bahwa prose tale
(cerpen dalam sebutan Poe), adalah narasi yang bisa dibaca dalam sekali duduk,
dengan lama waktu setengah hingga 2 jam.
Poe menyebutkan, bahwa sebuah cerpen itu harus unik dan berefek tunggal. Untuk membentuk efek tunggal itu, plot
dan karakter harus langsung diwujudkan dalam tindakan, bukan dalam deskripsi
atau komentar tulisannya. Karena pendek, maka cerpen memiliki ruang yang padat. Dengan sendirinya,
seorang cerpenis harus ketat dalam memilih kata-kata.
Cerpen dan Narasi
Ketika kita membuat cerpen, cerbung, novelet atau novel, sesungguhnya
kita sedang membangun sebuah narasi. Narasi adalah cerita yang didasarkan pada
sebuah urutan kejadian atau peristiwa, di mana peristiwa tersebut dialami oleh
tokoh yang mengalami konflik tertentu. Urutan kejadian, tokoh dan konflik itu,
menurut Marahaimin, membentuk satu kesatuan yang disebut plot atau alur.
Sedangkan menurut Novakovich, narasi yang seimbang adalah hasil
interaksi antara setting dan tokoh yang membentuk plot (alur), atau dirumuskan:
PLOT = TOKOH + SETTING
Namun yang harus dipahami adalah, narasi ditulis agar pembaca seperti
mengalami sendiri kisah yang ditulis oleh penulis. Karena itu, untuk membuat
sebuah narasi yang baik, kita harus benar-benar menggali unsur-unsur pembangun
plot, yakni tokoh dan setting tersebut.
Tokoh
Kita mengenal tokoh antagonis dan protagonis. Pada cerita-cerita klasik,
tokoh antagonis sering diidentikkan dengan kejahatan, sedangkan protagonis
adalah si pahlawan pembela kejahatan. Akan tetapi, sebenarnya tak harus
demikian. Antagonis adalah tokoh yang dimunculkan sebagai tokoh yang
berkebalikan secara karakter dengan tokoh protagonis. Kemunculan dua jenis
tokoh yang berbeda, memunculkan perbedaan karakter, yang ketika berinteraksi
kemudian memunculkan konflik.
Konflik inilah yang akan membentuk plot. Agar plot menjadi semakin baik,
maka karakter tokoh harus digali. Seunik mungkin. Sedetail mungkin. Semakin
unik karakter tokoh yang dibangun, konflik yang muncul pun akan semakin unik.
Silahkan Anda bandingkan dua jenis karakter ini.
Tommy
Anak SMA, kaya,
tampan, sombong
Delisa
Seorang gadis yang
lahir dari keluarga broken home. Cantik, pintar, sempurna. Namun memiliki
kepribadian ganda. Sering bergerak tanpa mampu mengendalikan diri. Sering
tiba-tiba bangun di tengah malam, dan seakan-akan berubah menjadi orang lain.
Dari perbedaan kedetailan dua tokoh tersebut, kira-kira mana yang jika
dikembangkan, akan mendapatkan konflik yang lebih baik?
Akan tetapi, karena dalam sebuah cerpen kita tidak memiliki ruang yang
cukup luas untuk menuliskan karakter tokoh secara detil, maka kita bisa
“meminjam” berbagai unsur seperti dialog, setting, tema, dan kalimat-kalimat
lain yang tak secara khusus membicarakan karakter, untuk “diselipi” muatan
karakter. Kalimat-kalimat dalam cerpen, sebaiknya memang multifungsi.
Beginilah Roy, si Batak romantis yang senang berdendang. Sejak pagi, dia
sudah membuat gara-gara dengan menyelipkan cemburu di hati para seniornya yang
begitu ingin merundungnya sejak awal di masuk di kampus biru.
Coba lihat, dari kalimat-kalimat tersebut. Dari paparan singkat itu
saja, kita bisa mendapat banyak informasi, yakni karakter Roy, setting kampus
biru, hingga gambaran konflik yang mungkin akan berkembang.
Setting
Setting juga merupakan “bahan baku” dari plot cerita. Selain tokoh,
setting menempati posisi yang sangat penting dalam sebuah narasi. Kekuatan
setting, apalagi pada sebuah cerita yang lebih panjang, akan menjadi nilai plus
sebuah karya. Adapun dalam cerpen, meski ruangan terbatas, dengan kaidah
kalimat multifungsi, kita juga perlu mengeksplor setting dengan ciamik.
Si tokoh, baik protagonis maupun antagonis, tentu mendiami sebuah
tempat, waktu, kondisi sosial budaya dan berbagai varian lattar lainnya.
Interaksi antar tokoh dengan setting, akan menghidupkan konflik. Bahkan, dalam
beberapa cerita, ada para penulis yang dengan ‘berani’ membuat konflik,
benar-benar tokoh vs setting belaka. Tak ada tokoh vs tokoh.
Yang paling terkenal adalah Cast Away, film yang dibintangi oleh Tom
Hanks. Film ini menceritakan seorang karyawan yang terdampar di pulau yang sepi
setelah melakukan penerbangan di Pasifik bagian selatan. Berbagai konflik
‘melawan’ setting, dihadapi seorang diri. Sebagaimana tokoh, kedetailan setting
juga akan ‘memperindah’ dan dalam kasus tertentu, menjadi punggung dari alur.
Contoh:
Kepulan solfatara membetot ingatanku pada
cerita Bang Rudi tentang hiruk pikuk malam itu, saat wedus gembel Merapi menghempas
rumah-rumah sepanjang sungai Gendol, membawa gumpalan awan 600 derajat celcius.
Baunya yang sangit juga mengingatkankanku tentang kami semua yang belum mandi
hampir tiga hari, sebuah peristiwa yang hampir tak pernah terjadi di seumur
hidupku yang selalu tertata rapi.
Selain menggambarkan setting, karakter tokoh juga dimunculkan dalam
paparan tersebut.
Dialog
Karena narasi merupakan interaksi tokoh, maka akan muncul dialog. Untuk
menguatkan setting, gunakanlah warna lokal yang kuat dalam dialog, yang juga
berfungsi membantu menggambarkan setting. Misalnya, anda membuat cerita
bersetting Jawa, gunakanlah beberapa patah bahasa Jawa dalam dialog anda. Orang
akan menjadi yakin, bahwa cerita yang anda tulis, memang benar-benar terjadi di
Pulau Jawa.
Kebanyakan orang memahami bahwa narasi identik dengan fiksi, sebenarnya
tidak juga, karena biografi, otobiografi ataupun kisah-kisah sejati pun
seringkali dibentuk sebagai sebuah narasi. Hanya saja, kebanyakan narasi memang
berbentuk cerita, baik cerpen, novel, maupun roman.
Pola Narasi
Pola narasi yang paling klasik diungkapkan oleh Aristoteles. Menurut
Aristoteles, narasi terdiri dari 3 bagian, yaitu awal, tengah dan akhir. Pada
bagian awal, silahkan menuliskan latar belakang cerita (tidak harus panjang
lebar, yang penting cukup mengena), serta memperkenalkan tokoh-tokohnya.
Menurut Maraha-imin, awalan yang baik harus bisa menyiratkan akhir, hanya saja,
pembaca tidak tahu bahwa siratan itu adalah pertanda akhiran karangan. Baru
ketika ia membaca akhiran, ia akan manggut-manggut, “Oh, ini maksudnya...”
Bagian tengah adalah ketika tokoh-tokoh itu memasuki konflik. Konflik
itu bisa jadi antara tokoh dengan tokoh, atau tokoh dengan setting (misalnya
tokoh yang berjuang untuk tetap hidup saat diterjang badai salju), tokoh dengan
adat istiadat, bahkan dengan Tuhan (misalnya seseorang yang mencoba menentang
takdir). Konflik biasanya diakhiri dengan sebuah ledakan yang disebut klimaks.
Semakin hebat tekanan konflik yang kita buat, maka klimaksnya semakin dahsyat.
Kita bisa ibaratkan dengan balon. Semakin banyak udara yang mengisinya,
maka ketika meletus, akan semakin keras bunyinya. Maka, narasi yang baik adalah
yang bisa memenej konflik dengan baik pula, sehingga bisa menimbulkan sebuah
efek yang mengena bagi pembaca. Tetapi, konflik juga jangan terlalu dipaksakan.
Karena ingin membuat sebuah ledakan yang keras, kita memaksa agar si tokoh
terus-menerus mengalami konflik, persis yang terjadi pada sebuah sinetron di
stasiun TV swasta yang berlanjut, berlanjut dan terus berlanjut. Jika konflik
tidak proporsional, pembaca akan merasa bosan. “Gimana sih, tokoh ini, nggak happy-happy, sedih melulu...”
Selanjutnya akhir atau ending.
Ending yang baik adalah yang
mengesankan, baik kesan sedih, menggemaskan—bikin
geregetan, atau bahkan sama sekali tak diduga sebelumnya. Ending yang baik akan membuat para
pembaca merasa puas dan terkenang-kenang dengan tulisan tersebut.
Lebih lanjut, kaidah narasi Aristoteles ini dikembangkan menjadi “The
Three-Act Structure.”
Pada Act I, yaitu introduction, kita mulai memperkenalkan para tokoh,
baik protagonis maupun antagonis. Masalah utama mulai dimunculkan, dan mulai
ada point of attack, yang akan menggiring pembaca untuk terus membaca hingga
habis.
Pada Act II, confrontation, kita mulai melakukan dramatisasi atas
masalah yang dihadapi tokoh protagonis dan benturannya dengan tokoh antagonis.
Di sinilah kita mulai bermain-main dengan suspense dan surprise. Biasanya, saya
membagi babak konfrontasi ini dalam 3 scene yang memiliki suspense bertingkat,
mulai dari yang rendah hingga tertinggi. Menurut saya, 3 scene cukup. Jika
kurang, cerpen akan “garing”, jika kelebihan, pembaca akan bosan.
Pada Act III, falling action atau ending, kita bisa menuliskan
bagaimana hasil perjuangan si tokoh dalam menghadapi masalah. Twist artinya
putaran, pelintiran, memutarbalik atau memilin. Maksudnya, kita membuat sebuah
ending yang sama sekali tidak disangka, mengejutkan dan benar-benar di luar
perkiraan, namun masih dalam satu kesatuan cerita, alias tidak mengada-ada.
Lihatlah contoh berikut ini:
ACT I |
Wied adalah seorang tukang becak yang
menikahi Supeni dengan perjuangan susah payah. Supeni mau dinikahi asal Wied
mau menghentikan kebiasaan merokok. Supeni mengatakan bahwa rokok adalah
“selingkuhan”, dan Supeni tak mau Wied selingkuh dengan rokok dan tak bersetia
terhadap Supeni. Wied menyanggupi. à inilah point of attack dari babak ini. |
ACT II |
Banyak sekali godaan yang didapatkan Wied
agar tetap setia kepada Supeni untuk tidak merokok. Pada suatu malam, Wied
berangkat membecak di hari yang basah karena hujan. Scene 1: Wied menyaksikan para penarik becak
lainnya merokok di tengah udara malam yang gelap. Wied membawa uang sedikit
yang cukup untuk membeli beberapa batang rokok. Hampir saja Wied datang ke
warung untuk membeli rokok, tetapi dia ingat janjinya. Scene 2: Malam semakin larut, udara semakin
dingin. Wied menggigil kedingingan. Pada saat itu, seorang teman datang, dan
menawari Wied rokok: GRATIS. Batin Wied bergolak. Tapi dia tetap ingat
janjinya dan menolak halus. Scene 3: Saat hujan semakin deras, Wied
mendapat penumpang yang minta diantar ke rumah sakit dengan jarak yang cukup
jauh. Wied berjibaku dengan hujan badai. Ternyata, si penumpang memberi Wied
bayaran besar termasuk: UANG ROKOK. |
ACT III |
Wied pun pulang dengan bahagia. Bahagia
karena berhasil memegang janjinya untuk tetap setia. Ending saya buat
nge-twist dengan sebuah kejutan... silakan baca cerpen saya “SEORANG LELAKI
DAN SELINGKUH” di link ini https://www.afifahafra.com/2013/04/seorang-lelaki-dan-selingkuh.html |
Memahami kaidah The Three-Act
Structure ini merupakan hal paling mendasar yang harus dikuasai oleh seorang
penulis karya berbasis narasi seperti cerpen, novel, drama atau bahkan skenario
film. Memahami kaidah ini serta pengaturan porsi babak yang proporsional, akan
membuat cerita menjadi nikmat dibaca. Banyak cerpen atau novel kita kurang rapi
dalam mengemas plot, sehingga justru tampak kedodoran. Misal babak pendahuluan
yang terlalu panjang, konflik/konfrontasi yang terburu-buru, atau ending yang
tidak menyatu dengan cerita sebelumnya.
Diagram Plot Cerpen
Setelah memahami The Three-Act Structure di atas, kita bisa mengembangkan sebuah plot cerpen
menjadi lebih detil. Menurut Oxford Practical Teaching, beginilah urutan sebuah
plot dari cerpen.
Dalam
diagram tersebut, plot cerpen terbagi menjadi 6 babak.
1.
Exposition, pada bab ini, cerita dimulai dan karakter-karakter tokoh mulai
diperkenalkan.
2.
Complication, mulainya terjadi kejadian atau perkenalan konflik, dan pembaca mulai
bertanya-tanya, bagaimana kelanjutan cerita, apa yang akan terjadi, dan
bagaimana penyelesainnya.
3.
Rising Action, ketegangan meningkat dan kejadian atau konflik semakin memburuk.
4.
Climax, inilah momen ketegangan terbesar, peristiwa terpenting dari
kisah ini terjadi.
5.
Denouement/falling action, mulai ada penurunan ketengangan dan masalah mulai
terselesaikan.
6.
Resolution, pembaca mulai memahami inti dari konflik dan penyelesainnya. Seringkali
dalam sebuah ending, ada suatu hal baru yang bisa diperoleh.
Perhatikan
juga beberapa jenis plot diagram dari cerita pendek di bawah ini!
7 Point Struktur Cerpen (7 Point
Short Story Structure)[1]
Ada 7 poin penting yang harus diperhatikan
dalam menulis cerpen.
1.
A character, tentukan tokoh/karakter dalam sebuah cerpen
2.
Is in a situation, masukkan tokoh/karakter itu dalam sebuah situasi tertentu
3.
With a problem, berikan dia sebuah problem
4.
The try to solve the problem, ceritakan bagaimana usaha dia dalam menghadapi
problem tersebut
5.
But fail, making it worse, dia gagal dan kondisi semakin buruk
6.
The make a final attempt which may succed or fail, ceritakan upaya
terakhir yang memungkinkan dia sukses atau gagal
7.
The consequence is not as expected, buatkan sebuah kesimpulan, ending,
akhir yang sama sekali tak diduga atau tak disangka-sangka, namun tetap dalam
satu kerangka.
Perhatikan beberapa contoh di bawah ini.
A character |
Ryan seorang fresh graduate dari
jurusan keuangan universitas ternama yang sangat idealis. |
Is in a situation |
Menjadi pegawai baru di sebuah PT Mitra
Sejahtera, perusahaan finansial yang memiliki citra sangat baik. Ryan sangat
bangga bisa masuk ke perusahaan tersebut. |
With a problem |
Suatu hari, Ryan diminta membuat nota
kosong dari supervisornya untuk seorang klien. Ryan kaget, kok bisa PT MS
yang punya reputasi baik ternyata memiliki praktik semacam itu? Dia mulai
galau. |
The try to solve the problem |
Ryan memutuskan untuk menolak permintaan
sang supervisor. Dia bilang bahwa nota kosong sama halnya dengan praktik
korupsi. Sang supervisor marah besar. |
But fail, making it worse |
Konflik semakin memburuk, Ryan dipanggil
direktur atas aduan supervisornya. Menurut direktur, nota kosong adalah cara
menjaga klien agar tetap mau bekerjasama. Ryan tetap menolak, dan direktur
pun memutuskan memecat Ryan. |
The make a final attempt which may succed
or fail |
Ryan pulang ke indekostnya, sudah
bersiap-siap hendak pulang kampung. Tiba-tiba dia ditelpon supervisornya. Mereka
bilang akan memaafkan Ryan asal Ryan tidak mengulangi perbuatannya. Ryan
tetap menolak. |
The consequence is not as expected |
Ketika sudah hendak naik ke bus yang
membawanya pulang kampung, kembali ada telepon. Direktur meneleponnya,
“Selamat, kamu sudah lulus dari ujian mental menjadi karyawan di perusahaan
kami dengan nilai sangat gemilang. Kamu layak menjadi bagian dari kami!” |
[1] www.novel-software.com
1 komentar untuk "Makalah Lengkap Tips Menulis Cerpen Ala Afifah Afra"
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!