Apa Modal Terpenting Untuk Menjadi Pemimpin?
Di zaman yang segala sesuatu diukur dengan kemampuan materi, kita terjebak pada sebuah pemahaman keliru, bahwa seorang pemimpin haruslah yang kaya raya. Politik transaksional yang sering diterjemahkan secara bebas dalam bahasa Jawa sebagai “wani piro”, membuat kesalahan itu semakin menjadi-jadi, dan dipraktikkan secara massal tanpa sedikit pun merasa malu. Anda mau mencalonkan diri sebagai presiden? Gubernur, wali kota, bahkan kepala desa? Pertanyaan yang hampir pasti dilemparkan kepada Anda adalah: wani piro? Punya duit berapa? Setebal apa dompetmu?
Benarkah uang adalah modal terpenting untuk menjadi seorang
pemimpin? Okelah, uang memang penting. Seorang pemimpin yang kaya tentu akan
lebih mampu menjalankan kewajiban-kewajibannya, karena untuk bisa bergerak,
merencanakan serta menjalankan program, serta membuat gebrakan-gebrakan yang
fantastis, tentu berbiasa besar. Uang tetap perlu. Tetapi pemimpin yang lahir
hanya karena banyaknya uang yang dimiliki, pemimpin yang lahir dari sebuah
proses transaksional, sudah pasti akan tersita perhatiannya untuk mendapatkan
keuntungan.
Aku dah keluar modal besar lho, trus, apa yang akan aku
dapatkan?
Apa sebenarnya modal yang paling dibutuhkan untuk menjadi
seorang pemimpin? Mayoritas para pakar perilaku organisasi bersepakat, bahwa visi,
keyakinan dan keberanianlah yang membuat perbedaan nyata bagi kita semua. Pemimpin
yang memiliki ketiga hal ini, adalah pemimpin yang kita nanti. Visi melahirkan
kebijakan-kebijakan yang berkelanjutan, keyakinan melahirkan tekad yang luar
biasa untuk mewujudkan visi tersebut, dan keberanian berhasil mematahkan
berbagai kendala yang mungkin akan menghalangi pelaksanaan ide-ide besar atau
main idea yang tercermin pada visi tersebut.
Seorang pemimpin harus memiliki otak cemerlang, tetapi juga
kecerdasan otot yang tak kalah gesit. Menurut Kousnes & Posner (2002) dalam
buku Leadership The Challenge, otak setara otot. Kousnes dan Posner
mencontohkan sosok Lindsay Levin, yang telah memadukan keduanya, dan menjadikan
Whites dari sebuah perusahaan kecil di London menjadi sebuah perusahaan besar (Lindsay Levin, Managing
Director Whites Limited ). Menurutnya, pemimpin adalah orang yang bersedia
melangkah pada situasi yang tidak diketahui, mencari peluang, melakukan
inovasi, tumbuh dan melakukan perbaikan.
Namun, kecerdasan otak dan otot, tak cukup bagi seorang
pemimpin untuk melipatgandakan kesuksesannya. Pemimpin sejati harus mampu
membangun tim. Bahkan, menurut Gibson dkk (2002), sejatinya yang disebut
sebagai kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin mencoba menggunakan
pengaruh yang bukan pemaksaan untuk memotivasi individu guna menyelesaikan
berbagai tujuan organisasi. Semua orang pada dasarnya memiliki potensi-potensi
atau kekuatan-kekuatan yang bisa berkembang dan optimal. Maka, seorang pemimpin
seyogyanya mampu membuat kekuatan itu muncul, dan mensinergikan dalam sebuah
kerjasama yang apik.
Peran yang dominan pada seorang pemimpin merupakan faktor
signifikan dalam dinamika sebuah kelompok. Maka, menurut Gibson, seorang
pemimpin harus memiliki visi dan tujuan yang jelas, kemampuan bekerja
horizontal dan vertikal, dan ketrampilan komunikasi yang baik.
Visi dan tujuan
tersebut merupakan track yang harus
ditempuh untuk mencapai garis finish yang tepat. Kemampuan kerja yang baik,
baik horizontal—atau antar sesama bidang yang sejajar, maupun
vertikal—kerjasama dengan atasan atau bawahan, akan membawa kendaraan
organisasi bergerak di track yang
benar tersebut. Dan untuk mengatasi dinamika yang terjadi antarpersonal,
kemampuan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan.
Jadi, apa yang sebenarnya sangat dibutuhkan dari seorang
pemimpin? Bukan uang! Tetapi kecerdasan otak, keprigelan otot, dan kemampuan
bersinergi membangun sebuah tim yang berjalan secara harmonis menuju tujuan
organisasi tersebut.
Kepemimpinan Satria Piningit
Dalam riset saya tentang Kepemimpinan Satria Piningit, ada beberapa aspek yang melekat pada sosok seorang Satria Piningit. Di antaranya adalah keahlian, kesamaptaan (kesiapsiagaan dan kebugaran fisik), keperwiraan (keberanian dan sikap kepahlawanan), keluhuran dalam budi pekerti, pembawa perubahan, kecendekiawanan dan religiusitas. Saya akan mencoba menuliskannya secara lebih mendetil di kesempatan lain.
Sudahkah kita punya hal-hal tersebut?
Referensi:
Kousnes & Posner. 2002. Leadership The Challenge.
Erlangga. Jakarta
Gibson, dkk. 2002. Organisasi, Perilaku, Struktur dan
Proses. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Posting Komentar untuk "Apa Modal Terpenting Untuk Menjadi Pemimpin?"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!