Widget HTML #1

5 Cara Mendidik Anak pada Tahap Autonomy vs Shame and Doubt


Karena periode early childhood ini sangat krusial, orang tua harus memberikan upaya secara khusus agar anak bisa tumbuh menjadi sosok yang mandiri. Kemandirian ini akan menjadi pondasi bagi anak untuk tumbuh sebagai sosok yang kuat, mampu menghadapi berbagai macam tantangan, serta memiliki mekanisme koping (pengendalian) terhadap stres yang cukup memadai untuk menghadapi kehidupan yang keras dan penuh kompetisi.


Perlu diingat, bahwa perasaan trust yang terbentuk di periode pertama, bukan untuk membuat mereka terus bergantung kepada orang tua atau orang-orang terdekat di sekitarnya. Justru karena mereka merasa dunia itu aman, maka mereka memiliki perasaan untuk mengeksplorasi dunia dan secara naluriah akan merasa senang jika bisa menyelesaikan sendiri tugas-tugasnya.

Untuk mendukung perkembangan anak pada tahap outonomy vs shame-doubt ini ada beberapa cara yang dapat diterapkan orang tua dan pengasuh sebagai berikut. Yuk, kita simak bersama!

1. Berikan Kesempatan untuk Mandiri

Ketika melihat orang lain makan di piring, anak yang memiliki secure attachment dan menganggap dunia ini ‘aman’, pasti akan merasa ingin mencoba untuk makan sendiri. Jangan dicegah. Berilah anak kesempatan untuk mencoba dan berlatih. Berikan piring dan gelas dari plastik atau mika, ajari memegang sendok, ajari menyuap sendiri, dan sebagainya. Jangan marah jika banyak nasi berserakan, atau pakaian menjadi kotor.

Dukung mereka melakukan berbagai aktivitas sederhana sendiri, seperti berpakaian, memilih makanan, atau membereskan mainan. Tentu tetap dengan pendampingan dan bimbingan orang tua. Kesempatan untuk mandiri akan meningkatkan rasa otonomi mereka. Jangan terlalu terburu-buru membantu mereka saat ada kesulitan, tetapi berikan dukungan ketika mereka memintanya.

2. Pujian dan Dorongan Positif

“Wah, adik hebat, bisa makan sendiri sampai habis!”
“Horeee, kakak bisa memberesi mainan sendiri.”
“Ayah, adik tadi hebat lho, mau membantu Ibu menaruh baju-baju kotor di tempat cucian.”
Sekilas, hanya soal kecil. Tetapi, pujian dan dorongan yang positif, akan membekas jelas di benak anak-anak kita.

Ketika anak berhasil melakukan sesuatu, jangan pernah ragu untuk memberikan pujian yang tulus. Perilaku iniakan membuat anak-anak merasa dihargai, sehingga merasa yakin bahwa saya bisa melakukan hal ini. Lama-lama, akan tumbuh rasa percaya diri yang tinggi. Namun, pujian yang berlebihan juga harus dihindari agar anak tidak tergantung pada pengakuan dari orang lain alias validasi eksternal. 

3. Hindari Mengkritik atau Mempermalukan

“Halah, cuma gitu aja gak bisa!”
“Adik, kamu itu sukanya bikin berantakan aja.”
“Udah, nggak usah, biar Mama aja, kamu mana bisa.”

Kritik atau ejekan yang menurut kita sepele, bisa berefek besar terhadap perkembangan mental anak. Jika anak belum bisa, masih gagal atau membuat kesalahan, hindari melakukan kritikan keras, mengejek, menghina atau mempermalukan mereka. Tetap beri mereka pujian, karena sudah mau mencoba, lalu dengan kasih sayang kita ajarkan cara yang benar. Hargailah setiap proses dengan baik. Jangan sampai sikap kita justru menghancurkan rasa kepercayaan diri dan membuat mereka merasa ragu terhadap kemampuan mereka sendiri.

4. Dorong Untuk Memilih dan Memutuskan Sendiri

Salah satu tanda kemandirian seseorang adalah berani memilih dan memutuskan. Memang, seorang anak kecil, usia di bawah 3 tahun tentu tidak bisa diharapkan untuk bisa memutuskan sesuatu yang berkualitas layaknya para manajer. Tetapi, kita bisa mengajari mereka menjadi ‘manajer hebat’ dengan mulai merangsangnya untuk memilih.

Terlebih, anak pada usia ini senang memilih. Ketika hendak memberikan mainan, atau baju, kita bisa mulai memberi mereka pilihan sederhana. Misalnya, “adik suka mainan yang merah atau biru?” Atau “Menurutmu, kaos yang pink dan yang ungu ini lebih bagus mana?” Biarkan anak mencoba menimbang-nimbang lalu memutuskan. Dengan cara itu, anak dapat mulai mengembangkan kontrol atas diri dan kemandirian, tetapi tentu saja masih tetap dalam batas yang aman dan terstruktur.

5. Beri Kesempatan Melakukan Eksplorasi dengan Aman

Apakah Anda senang mengajak anak-anak bermain menjelajah alam sekitar kita? Mulai dari mengajak anak mengenal lingkungan rumah—halaman depan, halaman belakang, depan rumah, belakang rumah, sawah, sungai, dan sebagainya? Anda sudah melakukan hal yang tepat. Pada tahap ini, secara naluriah, jika dia sudah merasa trust dengan dunia, maka akan muncul keinginan untuk mengeksplorasi dunia di sekitar mereka. Maka, penting bagi orang tua memastikan bahwa rumahnya memiliki lingkungan yang aman untuk mengeksplorasi minat dan bakat anak tanpa batasan yang berlebihan. 

Jika Anda seorang arsitek, atau pengembang perumahan, cobalah tawarkan konsep lingkungan rumah yang pro tumbuh kembang anak. Misal diberi taman, sungai kecil, kebun, atau ruang bermain yang aman di mana anak dapat bergerak dengan bebas dan bereksperimen dengan aman.

Intinya, tahap Autonomy vs Shame and Doubt adalah fase kritis dalam perkembangan psikososial anak pada usia 18 bulan hingga 36 bulan. Pada tahap ini, mereka harus distimulasi untuk mengembangkan rasa kemandirian. Orang tua dan pengasuh memiliki peran penting dalam memberikan dukungan yang tepat agar anak merasa yakin atau percaya dengan kemampuan diri, dan bukan justru menjadi pemalu—celingus dan selalu ragu dengan dirinya sendiri.

Posting Komentar untuk "5 Cara Mendidik Anak pada Tahap Autonomy vs Shame and Doubt"