Widget HTML #1

Tips Mendidik Anak Bagian 6 - Agar Anak Penuh Inisiatif

Berdasarkan teori perkembangan Psikososial dari Erik Erikson, ketika seseorang telah telah memasuki usia 3 tahun, maka dia memasuki tahap ketiga, yaitu fase “Initiative vs Guilt” atau Inisiatif vs Rasa Bersalah. Tahap ini umumnya akan berakhir saat anak memasuki usia 6 tahun. Prinsip dari fase ini adalah seharusnya pada usia ini, anak harus sudah mulai bisa berinisiatif. Sebaliknya, jika anak gagal mengembangkan kemampuan inisiatif, anak akan dipenuhi perasaan bersalah.

Sebagaimana kita tahu, pada pada usia 3 hingga 6 tahun, anak sudah bisa bergerak aktif, bisa berjalan kemana-mana, dan kemampuan berkomunikasi juga sudah semakin sempurna. Anak mulai mengembangkan kemampuan untuk memulai aktivitas sendiri, membuat keputusan, dan mengeksplorasi dunia di sekitarnya. Mereka bisa bermain sendiri, makan sendiri, mandi sendiri, bahkan berjalan-jalan di sekitar rumah untuk mendapatkan hal-hal baru dan berkenalan dengan anak-anak tetangga. Mereka juga sudah mulai memasuki usia pra sekolah, dan belajar di PAUD atau taman kanak-kanak.

Apakah yang disebut sebagai Inisiatif? Ini adalah salah satu soft skill anak yang dicirikan dengan mulai menunjukkan rasa ingin tahu, mengambil inisiatif untuk mencoba hal-hal baru, dan belajar bagaimana merencanakan serta melaksanakan tugas. Rasa ingin tahu mungkin bisa dilihat dari bagaimana anak selalu bertanya, apa ini, apa itu, kenapa ini, kenapa itu, dan sebagainya. Mencoba hal-hal baru mungkin dengan cara ingin membantu melipat-lipat baju, mencoba bagaimana mengadoni tepung, atau bahkan ikut ayahnya mencuci mobil. Jika hal ini diperhatikan dan didukung oleh orang tua, mereka akan mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan mengambil keputusan. Tentu ini hal yang sangat positif buat perkembangan psikososial mereka.

Sedangkan Rasa Bersalah (Guilt) akan terjadi  jika orang tua atau pengasuh terlalu mengontrol atau memberikan kritik yang keras. Atau bahkan membentak. “Aduh, Nak, Mamah capek, bisakah kamu diam sebentar jangan terus tanya-tanya!”

Atau, “Sudahlah sana kamu main di dalam aja, kalau di dapur nanti kamu malah bikin berantakan!”

Kritik dari orang tua atau orang dewasa membuat anak merasa bersalah, dan akhirnya dia beranggapan bahwa keinginan untuk ingin tahu, mencoba sesuatu, dan berinisiatif terhadap hal-hal tertentu itu adalah sebuah kesalahan. Itu buktinya Mama dan Papa melarangku. Ketahuilah, Ayah, Bunda, hal-hal semacam itu sangat berisiko menghambat rasa percaya diri dan kreativitas anak.

Lantas, apa yang harus kita lakukan sebagai orang tua untuk mendampingi anak melewati periode ini?

Yang harus kita pahami, tujuan utama mendidik anak pada tahap ini adalah membantu anak mengembangkan rasa percaya diri dalam mengambil inisiatif, sembari memahami batasan dan tanggung jawab.

Lima hal ini bisa kita terapkan agar anak bisa melewati periode ini dengan baik.

Berikan Kebebasan untuk Melakukan Eksplorasi

Hal paling menarik pada anak yang telah memiliki kemampuan fisik, komunikasi dan interaksi dengan orang lain adalah eksplorasi. Betapa girangnya mereka melihat bahwa kaki mungil mereka ternyata bisa berjalan kesana kemari, melihat hal-hal baru yang menakjubkan, serta menatap dunia yang begitu luas. Dorong anak untuk mencoba hal-hal baru sesuai dengan minatnya, seperti bermain peran, menggambar, atau membuat kerajinan tangan. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan rasa ingin tahu dan kreativitas.

Jangan Pelit dengan Pujian dan Dukungan 

Pujian, meski hanya sekadar, “wah bagus, wah keren, kamu memang anak Mama yang pintar,” akan sangat membekas di hati mereka. Mari apresiasi usaha anak, meskipun hasilnya belum sempurna. Meski akhirnya justru membuat rumah berantakan. Sabun di kamar mandi habis dalam waktu singkat, atau dinding penuh corat-coret. Misalnya, jika anak mencoba menggambar, berikan pujian atas upayanya, bukan hanya hasil akhirnya.

Tetapkan Batasan, Namun Sampaikan dengan Lembut

Meski mereka harus kita dukung untuk melakukan eksplorasi seluas-luasnya, jangan lupa, kita harus mulai mengajari rasa tanggung jawab. Ajarkan anak tentang batasan perilaku yang aman dan tepat tanpa membuat mereka merasa bersalah. Misalnya, jika mereka melakukan sesuatu yang berbahaya, beri penjelasan dengan lembut tentang alasan mengapa hal itu tidak baik. Mengapa buku-buku di rak tidak boleh dibuat berantakan, mengapa harus menjaga kerapian tempat tidur, dan sebagainya. Kita juga bisa memberikan contoh dengan lembut. Misal, “begini ya Nak, kalau bukunya diletakkan di rak, kan enak di lihat, ya Sayang?”

Pelibatan Dalam Keputusan

Tentu bukan pelibatan dalam hal-hal besar, cukup hal-hal kecil, namun bisa melatih anak untuk berinisiatif dan bertanggung jawab. Misal, saat hendak membeli mainan, berikan anak kesempatan untuk membuat keputusan untuk memilih. Lalu ingatkan konsekuensi dari dia memilih. Misal suatu hari dia membuang mainan itu, “Ingat lho, sayang… dulu kan yang memilih mainan itu adik sendiri.” Hal ini membantu mereka belajar tanggung jawab dan meningkatkan rasa percaya diri.

Jangan Mengkritik Berlebihan

Anak-anak kita masihlah anak kecil yang baru belajar membuat sebuah keputusan dan perilaku. Jangan terlalu sering mengkritik atau menghukum anak atas kesalahan kecil. Ketika mereka bersalah, tentu kita tetap harus mengatakan itu salah, tetapi jadikanlah kesalahan sebagai evaluasi. “Besok kalau naruh gelas, jangan terlalu ke tepi meja ya, nanti bisa jatuh lagi seperti sekarang ini. Adik harus lebih hati-hati.”

Jangan Meninggalkan Mereka

Seorang ibu atau ayah, sebaiknya selalu mendampingi masa-masa anak melewati tahap ini. Orang tua adalah pembimbing sejati yang bisa mengarahkan potensi anak-anak menuju kepada hal yang lebih baik. Lakukan semua dengan penuh kesabaran. Jika ternyata ayah dan ibu sibuk bekerja, tetap luangkah waktu yang berkualitas untuk membersamai anak. Jika terpaksa harus ada asisten rumah tangga, berilah instruksi yang baik kepada ART agar bisa melakukan hal-hal yang mendukung perkembangan psikososial anak, khususnya di fase ketiga ini. Begitu pun jika hendak memilih daycare, pilihlah yang bisa bekerjasama dalam hal ini.

Jika fase ini bisa dijalani dengan baik, maka menurut Erikson, anak akan berkembang menjadi individu yang percaya diri, kreatif, dan memahami tanggung jawab tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah.

Posting Komentar untuk "Tips Mendidik Anak Bagian 6 - Agar Anak Penuh Inisiatif"