Kulit atau Substansi? (Tentang Indahnya Rupa vs Ketulusan Hati)
Baru-baru ini saya dihadapkan dengan berbagai fakta di alam kehidupan yang membuat saya sesaat terdiam, berpikir, dan merenung. Misal, kisah tentang sepasang suami istri yang terlihat begitu ideal: sang suami tampan rupawan dan duitnya seakan tak pernah berhenti mengalir. Sedangnya istrinya selebritis yang sangat terkenal; Jelita dan penuh pesona. Sepertinya mereka ada pasangan ideal impian para remaja se-Indonesia. Mereka ibarat pangeran dan puteri raja yang menjadi legenda. Seperti Rama dan Sinta. Atau Kamajaya dan Kamaratih.
Akan tetapi, saat publik terpesona, tahu-tahu ... jdeeeer! Ternyata sang suami terlibat dalam kasus korupsi. Tak tanggung-tanggung, korupsinya mencapai ratusan trilyun. You know who they are, gitulah. Nggak usah sebut apapun, termasuk inisial.
Beberapa orang pernah mencoba meluruskan, bahwa korupsi mereka tidak sebesar itu. Karena bahkan aset dari instansi yang mereka korup juga tidak sebesar itu. Akan tetapi, kasus itu telah menjadi sorotan publik dan sangat viral. Barangkali satu paragraf ini bisa menjadi salah satu tanggung jawab moral saya untuk menuliskan sebuah 'potensi kebenaran', bahwa mungkin benar korupsi mereka memang tak sebesar itu.
Untuk dosis kasus yang lebih rendah dari itu, saya mendapati beberapa peristiwa yang kurang lebih mirip. Beberapa hari yang lalu, saya berdiskusi dengan beberapa kawan, mengomentari berita tentang beberapa sosok terkenal yang mem-branding diri sebagai sosok panutan, tetapi ternyata fakta hidupnya tak secemerlang citranya. Ada pembicara publik, sosok motivator, mempunyai banyak fans, citranya luar biasa, namun ternyata memiliki kehidupan yang tidak membuat respek, misal: terbelit kasus perselingkuhan, penipuan, manipulatif, dan berbagai hal yang sangat bertolak belakang dengan gebyar-gebyarnya saat di atas panggung.
Mengapa banyak pribadi manipulatif? Mengapa banyak orang terpesona dengan 'emas imitasi'? Salah satunya, menurut saya, karena secara umum, mayoritas orang akan terpesona dengan kulit dibandingkan substansi. Lebih terpana indahnya rupa, dan abai menggali tulusnya hati. Paras menawan seakan identik dengan hati rupawan. Padahal, keduanya adalah dimensi yang sangat berbeda, dan dalam beberapa titik, justru kontras adanya, meski di titik lain mungkin memang ada sosok-sosok yang rupanya indah, hatinya juga cerah.
Di zaman media sosial saat ini, citra baik seseorang bisa dibalut dengan personal branding yang jor-joran. Eit, tunggu dulu. Tentu tak salah melakukan personal branding. Namun, personal branding itu bukanlah sekadar pencitraan kosong belaka tanpa adanya prestasi atau keunggulan nyata. Citra diri bukanlah emas imitasi yang menyepuh besi tua hingga tampak mengilat dan mahal, ternyata kepalsuan belaka. Apalagi sekadar bangkai yang dibungkus sedemikian rupa dan disemprot berbotol-botol minyak wangi. Ingat, minyak wangi itu lama-lama akan memudar, tetapi aroma bangkai itu akan semakin kuat. Sepandai-pandai menyimpan bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga bau busuknya.
Citra diri yang sejati sesungguhnya adalah buah dari keunggulan diri. Seperti bintang yang sudah pasti bersinar, karena dirinya memang berkilau. Atau minyak kasturi yang tentu akan semerbak harum secara alami, karena dzatnya memang sewangi itu. Jadi, brand yang kuat memang berawal dari produk atau jasa yang berkualitas. Citra diri yang palsu ibarat bangunan megah yang berdiri di atas air. Akan sangat mudah hancur, hanyut atau tenggelam.
Jadilah Otentik!
Kembali ke bahasan di atas. Jadi, makin ke sini, kita melihat semakin banyak orang berlomba-lomba menampakkan pesona, namun tak dibangun dari keelokan persona. Orang begitu gampang melakukan proses manipulasi, dengan membalut diri dalam kulit yang elok, namun substansinya zonk. Ini terjadi di bidang apa saja.
Doktor honoris causa dari kampus yang tidak jelas, guru besar yang ternyata melakukan plagiasi atau publikasi ilmiah di jurnal abal-abal, jual beli ijazah palsu, kuliah di pasca sarjana bermodal joki, hingga orang-orang yang mencoba membranding diri sebagai tokoh agama, namun ternyata jauh dari iman dan takwa.
Entah mengapa, akhir-akhir ini semakin banyak hal-hal manipulatif berserakan di sekitar kita. Repotnya, orang-orang percaya padanya. Akun media sosialnya berjibun follower. Setiap perkataannya jadi 'sabda pandita ratu', padahal sebenarnya hanya perkataan kosong tanpa makna. Baru setelah kasus-kasus kriminal tersibak orang pun terkaget-kaget. Kok bisa, begitu ya?
Marilah jadi pribadi jadi original. Menjadi diri sendiri dengan segala kejujuaran, ketulusan, dan sikap empati kita. Jika kita berkata lembut, memang itulah diri kita. Jika kita terlihat tulus, memang itulah kondisi kita. Jika kita memang wangi, ya itulah kita.
Jika menjadi pribadi yang cemerlang itu sulit, setidaknya jangan melakukan manipulasi dengan kepalsuan diri. Telah lama saya mendengar petuah berbagai kalangan tetua nan bijak bestari, tentang apalah arti sebuah dzohir, tampilan fisik, penampilan sangat wah, jika hati ternyata berbulu.
Jangan pandang sesuatu dari tampilan semata, tetapi, lihatlah isi hatinya!
Tak kurang-kurang, Kanjeng Rasulullah SAW juga berpesan demikian. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Dia melihat hati dan amal kalian”. (HR. Muslim).
Tak perlu silau dengan sosok yang tampak cemerlang. Mari fokus dengan pencapaian diri. Lakukan apa yang perlu kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Cukup untuk mendapatkan catatan baik dari Malaikat Raqib saja, alias ikhlas karena Allah. Karena sesuatu yang kita niatkan untuk Allah SWT, pasti akan kita lakukan sebaik-baiknya, sehingga pancaran keindahan kita pun secara 'tak sengaja' akan meninggalkan aroma wangi di alam semesta, bukan?
Jika itu yang terjadi, bukan saja indahnya substansi, kulit kita pun akan tampak menarik. Tetapi, itu memang hal yang tak mudah. Kita semua masih mencoba.
Posting Komentar untuk "Kulit atau Substansi? (Tentang Indahnya Rupa vs Ketulusan Hati)"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!