Benarkah Allah Menguji Seseorang Sesuai Kapasitasnya?
Suatu hari, ada netizen mencuit di media sosial X (Twitter) yang isinya kurang lebih begini: katanya Allah SWT memberikan ujian sesuai kemampuan. Tapi kok banyak orang nggak mampu melewati ujian? Bukankah itu berarti ujiannya itu di luar batasan?
Saya tidak meng-capture cuitan itu, namun hanya mengambil intisari dari cuitan tersebut, karena menurut saya, problem seperti itu telah menjadi fenomena umum saat ini. Banyak orang mengeluhkan kondisinya yang oleng, patah hati, depresi, dan bahkan ingin mengakhiri segalanya dengan bunuh diri. Menurut data dari Survey Kesehatan Indonesia pada tahun 2023, angka prevalensi depresi di Indonesia ternyata 1,4%. Bayangkan, dalam 1000 orang, ternyata ada 14 yang mengidap depresi. Ironisnya, kebanyakan penderita depresi adalah usia muda, yaitu 15-24 tahun.
Memang sih, ada beberapa asumsi yang mendasari angka tersebut. Pertama, bisa jadi kesadaran Gen Z tentang kesehatan mental sudah membaik. Kita melihat dengan mudah di media-media sosial atau website, edukasi tentang kesehatan mental sangat sering diberikan, langsung oleh para psikiater atau ahli psikologi. Ini sebuah fenomena yang baik, namun tetap harus hati-hati, ternyata banyak juga konten kreator yang kurang memahami problem psikologi dengan baik, namun berani membuat konten yang seringkali justru menyesatkan.
Kedua, memang kondisi masyarakat saat ini berbeda dengan zaman saya kecil dahulu. Kemajuan teknologi, maraknya digitalisasi, dan juga semakin mudahnya akses informasi, di satu sisi membuat banyak sekali terobosan baru yang memudahkan, namun di satu sisi juga berefek pada makin rapuhnya kondisi fisik dan mental kita semua. Tentu panjang sekali kalau ingin membahas hubungan kedua hal tersebut. Lain kali akan coba saya paparkan dalam kesempatan lain, ya, insyaAllah.
Menurut saya, ini tergantung bagaimana seseorang itu mampu memahami dirinya. Batasan tentang kapasitas bukan diukur dari persepsi orang tersebut, tetapi diukur berdasarkan kapasitas yang sebenaranya. Allah Maha Tahu spek manusia. Tapi banyak manusia yang tidak menyadari sebenarnya seberapa jauh kapasitasnya. Mereka tidak paham dirinya. Sama halnya dengan analogi orang yang punya HP harga 10 juta, tetapi hanya dipakai untuk WA, telepon dan motret doang.
Kembali ke topik di atas. Tingginya prevalensi depresi di kalangan remaja hingga dewasa awal menunjukkan bahwa memang ada problem mental yang harus segera diatasi.
Sederhananya, problem mental itu muncul karena adanya gap antara keinginan atau harapan dengan kenyataan. Terkait dengan ini, kita tentu ingat dengan teori Carl Rogers tentang kongruensi, atau keselarasan, kesesuaian atau kecocokan antara diri yang ideal (ideal self) dengan diri yang sebenarnya (factual self). Menurut Rogers, diri yang sehat adalah diri yang kongruen, yaitu ada kecocokan antara apa yang aku harapkan ada pada diriku dengan apa yang sekarang ada pada diriku.
Lalu, bagaimana kita menjawab pertanyaan: benarkah Allah menguji seseorang sesuai kapasitasnya? Apakah Allah benar-benar memberikan seseorang beban seberat apa yang sanggup dipikulnya?
Sebagai seorang Mukmin Sejati tentu kita harus menjawab: YA. Dan harus YAKIN. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Dalam Al-Quran surat Al-BAqarah ayat 286 Allah berfirman, "la yukallifullahu nafsan illa wus'aha" artinya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya".
Tapi, mengapa ada orang yang merasa memikul beban sangat berat, sehingga memutuskan harus mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri?
Sebelum menjawab itu, coba cermati analogi ini. Suatu hari, Eyang Sari mendapat hadiah dari anak-anak dan cucu-cucunya sebuah HP yang harganya Rp 20 juta. HP semahal tentu fiturnya banyak sekali dan canggih. Namun, Eyang Sari yang sudah berusia 70 tahun bingung bagaimana memanfaatkan HP dengan spek canggih itu. Maka, HP itu pun hanya sekadar digunakan untuk vidcall dan memotret tanaman hias kesayangannya.
YAK TEPAT! Seringkali kita tak paham dengan kapasitas atau spek diri kita; Namun Allah SWT tentu Maha Tahu akan spek kita. Ketika kita adalah HP senilai 20 juta, tentu sangat wajar jika Allah memberikan beban-beban sesuai dengan fitur yang kita miliki. Namun, ternyata kita memiliki gap diri yang sangat jauh.
Kita dipenuhi dengan hal-hal ideal. Namun, kita tidak melatih diri kita untuk bisa mewujudkan hal ideal itu. Kita ingin lulus sarjana dengan nilai cumlaude, lalu kuliah master di Eropa, lalu bekerja di perusahaan internasional dengan gaji dua atau tiga digit. Tetapi, kita tidak pernah melatih otot dan otak kita untuk bisa berlari mengejar target-target tinggi itu. Akhirnya, kita menjadi sosok yang rapuh, mudah jatuh, kurang tangguh. Ya, saya sebut KITA, karena tentunya saya juga mengalami hal tersebut. Saya sering berangan-angan tinggi, tetapi sadar bahwa daya juang saya sangat kurang.
Jadi, jika kita merasa bahwa telah terjebak dalam ujian yang sangat berat dan merasa tidak mampu menghadapi, jangan langsung memutuskan bunuh diri. Hei, bunuh diri itu bukan solusi. Beban dunia mungkin bisa ditinggalkan, tetapi kita akan menghadapi kehidupan baru yang tak kalah beratnya: perjalanan di alam akhirat yang berujung pada surga atau neraka.
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisa: 29). Ya Allah Maha penyayang kepadamu. Ketika kamu merasa bebanmu berat, datanglah padaNya, minta kekuatan pada-Nya, berdoalah kepadaNya.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ
Rabbanā lā tu`ākhiżnā in nasīnā au akhṭa`nā, rabbanā wa lā taḥmil 'alainā iṣrang kamā ḥamaltahụ 'alallażīna ming qablinā, rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih, wa'fu 'annā, wagfir lanā, war-ḥamnā, anta maulānā fanṣurnā 'alal-qaumil-kāfirīn.
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
(QS. Al-Baqarah: 286).
Selain berdoa, mari kita coba lakukan beberapa hal ini.
Pertama, mari kita eksplorasi atau kita urai kembali, apakah benar masalah itu tidak ada jalan keluar? Apakah benar memang kita tak mampu memikul beban berat itu? Jangan-jangan, kita sendiri yang terus menumpuk-numpuk beban di pundak kita tanpa mencoba untuk menyingkirkan.
Saya yakin, selalu ada solusi. InsyaAllah kita bisa menyelesaikannya dengan mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki. Ada dua pilihan saat kita menghadapi beban: mengurangi beban atau memperkuat diri agar bisa mengangkat beban. Sama-sama beban 1 ton, tentu beda antara beban itu diangkut dengan truk atau diangkut dengan mobil MPV.
Jika pilihan kita adalah mengurangi beban, kita harus asertif atau tegas dalam memutuskan. Misal, kita merasa terbeban karena harus membiayai adik-adik kita, membayar hutang orang tua, dan sebagainya. Cobalah kita analisis, haruskah semua itu kita yang menanggung? Bukankah adik-adik kita juga sudah dewasa dan dalam usia produktif. Apakah mereka harus kuliah? Apakah tidak perlu mereka menunda kuliah untuk bekerja. Membantu orang tentu baik, tetapi kita harus mampu mengukur diri, apakah kita sanggup memikulnya?
Pilihan memperkuat diri ini menarik. Pada pilihan pertama (mengurangi beban) berarti kita mencoba menurunkan idealisme atau mendekatkan ideal self ke factual self; maka pilihan kedua ini berarti kita memilih untuk mendekatkan factual self ke ideal self. Jika pilihan ini dilakukan dengan sadar, maka kita tidak akan depresi. Kita justru merasa tertantang untuk mengatasi. Dan energi dari sebuah tantangan, bagi orang-orang tipe petarung, adalah energi yang dahsyatnya luar biasa. Orang-orang besar biasanya lahir dari tipe ini.
Tapi, tidak semua orang sekuat itu. Maka, mau mengurangi beban atau menguatkan diri, mau menurunkan ideal self atau menaikkan factual self, itu sama-sama jalan yang bisa kita lalukan agar beban kita sesuai dengan kemampuan kita.
Kedua, seringkali kita memang tak bisa mengatasi problem kita sendirian. Kita perlu bimbingan orang lain yang punya ilmu dan wisdom. Sekali lagi, ilmu dan wisdom. Sebab, banyak orang pintar, titelnya banyak, tapi ternyata kurang wise. Alih-alih memberi solusi, kadang justru menghakimi. Kadang juga hanya sekadar membeberkan teori, tetapi sulit diaplikasikan. Orang berilmu yang tidak wise terkadang kebutuhannya bukan menolong, tetapi hanya ingin memperlihatkan seberapa pintarnya dia.
Jika ketemu orang yang memiliki keduanya itu, jangan ragu untuk datang dan melakukan konsultasi.
Menurut para ulama, saat menghadapi problematika yang berat atau pilihan sulit, kita bisa mencoba 5 isti, yaitu istighozah, istikharah, istisyarah, istifadah dan istiqomah. Istighozah adalah memohon dengan sangat kepada Allah SWT agar memberikan pertolongan. Istikharah adalah memohon petunjuk untuk memilih hal yang paling baik, ini juga bisa dilakukan dengan shalat istikharah. Istisyarah adalah meminta pendapat atau nasihat dari orang-orang yang dianggap cendekiawan dan bijaksana. Istifadah adalah proses memahami peristiwa dan mengambil hikmah atau faidah dari peristiwa tersebut. Sedangkan istiqomah adalah bagaimana kita konsisten dalam langkah-langkah yang sudah kita tetapkan sebagai solusi dari permasalahan kita.
Luar biasa ya?
Kesimpulannya, Allah memang menguji kita sesuai dengan kapasitasnya dan tidak pernah memberi beban di luar kemampuannya. Tetapi jika kita terjebak harus memikul beban yang kita rasa sangat berat, kita bisa meminta pertolongan Allah agar tidak membebani di luar kemampuan, yang diikuti dengan langkah nyata dari kita: mengurangi beban atau menguatkan diri dalam memikul beban.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kemampuan dan kekuatan.
Posting Komentar untuk "Benarkah Allah Menguji Seseorang Sesuai Kapasitasnya?"
Posting Komentar
Mohon maaf, karena banyak komentar spam, kami memoderasi komentar Anda. Komentar akan muncul setelah melewati proses moderasi. Salam!